Kamis, 14 Februari 2013

Abu Jandal


Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat, walladzina hajaru fillahi mim ba’di ma zhulimu… (dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya…) sampai, … wa ‘ala rabbihim yatawakkalun.. (dan hanya kepada Rabb saja mereka bertawakkal) (QS an-Nahl 41-42) berkenaan dengan Abu Jandal bin Suhail.

Mari berkenalan sedikit dengan Abu Jandal, ikuti kisahnya..


Ketika Abu Jandal bin Suhail bin Amr memeluk Islam, kaum keluarganya membelenggu dan menyiksanya sehingga ia tidak bisa menyusul Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam ke Madinah sebagaimana orang Islam lainnya. Suatu saat ia berhasil meloloskan diri melalui bagian bawah kota Makkah, dan menemui orang-orang Islam yang saat itu sedang berada di Hudaibiyah, kedua tangannya dalam keadaan terbelenggu.

Saat itu utusan kaum Quraisy, Suhail bin Amr, yang tidak lain adalah ayah Abu Jandal sendiri, sedang mengadakan pembicaraan dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam tentang butir-butir Perjanjian Hudaibiyah. Salah satu butir tersebut adalah : Jika seorang lelaki dari Makkah datang kepadamu (Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam), walaupun ia telah memeluk Islam, maka engkau harus mengembalikannya kepada kami (Kaum Quraisy).

Ketika Suhail melihat kehadiran Abu Jandal, Suhail berkata kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam, "Hai Muhammad, dia ini adalah orang pertama yang harus engkau kembalikan kepada kami."

Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam sebenarnya berusaha mempertahankan Abu Jandal dengan dalih perjanjian tersebut belum sampai tahap disepakati, tetapi masih dalam perundingan. Tetapi Suhail tetap berkeras, sehingga akhirnya Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam merelakan Abu Jandal dibawa kembali ke Makkah. Abu Jandal sempat berkata, "Hai orang-orang Islam, apakah aku akan dikembalikan kepada kaum musyrik, sedangkan aku telah datang kepada kalian sebagai muslim? Apakah kalian tidak melihat apa yang kuderita?"

Tentu saja kaum muslimin sangat tersentuh dengan keadaan tsb. tetapi apa yang telah diputuskan oleh Nabi Shallahu ‘alaihi wa salam, itulah hukum yang harus ditaati.

Hanya Umar bin Khaththab yang sempat mempertanyakan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam , tetapi ia pun akhirnya bisa menerimanya setelah dijelaskan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam hanya bisa menasehati Abu Jandal untuk bersabar.

Berlalulah waktu, seorang muslim lagi, yakni Abu Bashir, lepas dari kungkungan dan siksaan kamu Quraisy dan berlari ke Madinah. Kaum Quraisy mengirim dua utusan ke Madinah untuk menjemput Abu Bashir, dan tidak bisa tidak, karena masih terikat Perjanjian Hudaibiyah, Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam harus merelakan Abu Bashir dibawa kembali ke Makkah.

Dalam perjalanan tersebut, dengan suatu muslihat Abu Bashir berhasil membunuh salah satu utusan, dan utusan lainnya berhasil lari ke Madinah meminta perlindungan Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam. Ketika Abu Bashir menghadap Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam di Madinah, beliau menjelaskan tentang Perjanjian Hudaibiyah dan beliau tidak mungkin mempertahankannya di Madinah. Abu Bashir bisa memahami kesulitan yang dihadapi Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, karena itu ia lari ke pesisir menyembunyikan diri.

Beberapa waktu kemudian Abu Jandal juga berhasil lolos dari kaum Quraisy, dan ia mengikuti jejak Abu Bashir menyembunyikan diri di pesisir. Begitulah, setiap ada orang muslim yang lolos dari kaum Quraisy, mereka bergabung dengan Abu Bashir dan Abu Jandal hingga mencapai jumlah satu isbahah (10 - 40 orang). Kelompok yang dipimpin oleh Abu Bashir dan Abu Jandal ini selalu menghadang dan membunuh kafilah dagang Quraiys yang menuju Syam, dan merampas hartanya.

Keadaan itu ternyata menjadi “bumerang” bagi kaum Quraisy, yang akhirnya memaksa orang-orang Quraisy menemui Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam agar kelompok Abu Bashir dan Abu Jandal ditarik ke Madinah dan tidak mengganggu kafilah-kafilah dagang orang Quraisy ke Syam. Itu artinya mereka sendiri yang berinisiatif membatalkan Perjanjian Hudaibiyah. Dan kelompok Abu Bashir dan Abu Jandal ini akhirnya bergabung dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam di Madinah…

Masya Allah
Banyak hikmah dari kisah tersebut..

Nabi menyepakati perjanjian yang seolah ‘merugikan’ namun akhirnya membawa berkah. Kedua, Nabi juga senantiasa setia terhadap perjanjian walaupun dengan musuh meski seolah merugikan karena seiring dengan waktu , kemenangan akan datang.

Begitu juga dengan ‘pasukan’ yang mesti bersabar atas apa yang diperintahkan..

Mengapa orang-orang Mekkah tidak mau kembali lagi ke Madinah saat sudah di sana? Karena kehidupan di Madinah sangat indah, berbeda dengan Makkah kala itu yang tidak elok.

Sehingga dai , mesti menampilkan daya tarik keindahan, yang membuat orang tertarik pada Islam, (namun mesti didasarkan keikhlasan bukan hanya ‘make up’)

Wallahu’alam
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar