Wanita
merupakan perhiasan terindah dari dunia. Wanita yang dimaksud tentunya ialah wanita
sholihah. Namun, patut pula disadari bahwa kebanyakan dari golongan wanita juga
menjadi penghuni neraka. Berdasarkan Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim,
Rasulullah saw bersabda, “Aku melihat ke dalam surga maka aku melihat
kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke
dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.”
Oleh
karena itu, kembali ke masing-masing pribadi, hendaknya tiap muslimah
menghilangkan sifat-sifat buruk yang berpotensi timbul dari dirinya. Ada
beberapa sifat atau karakteristik wanita yang buruk yang mesti dijauhi antara
lain, Pertama al-Mutabarrijat
(Perempuan yang gemar bertabarruj). Tabarruj adalah mempertontonkan kemolekan
dan kecantikan kepada siapa saja termasuk non mahram. Wanita yang suka bersolek
dengan perhiasannya dan keluar rumah dengan dandanan termasuk wewangian
sesungguhnya telah menjadi tentara iblis untuk membuat kerusakan maupun fitnah
dan kekejian di tengah manusia.
Sangat
menyedihkan melihat wanita yang mempertontonkan aurat ataupun kecantikan
fisiknya di depan khalayak seolah menjajakannya kepada siapa yang ingin
menikmatinya. Kondisi miris yang kerap dijumpai di zaman ini adalah kecantikan
fisik wanita menjadi komoditas murah sebagai alat jual produk di pasaran. Belum
lagi saat ini banyak media sosial yang sering dijadikan ajang narsis yang kerap
melupakan aspek terbukanya aurat maupun kehormatan diri sebagai muslimah. Ancaman
bagi pelaku tabarruj, berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok yang
keras hingga tak dapat mencium baunya surga sering dilupakan kebanyakan wanita.
Muslimah
yang masih sendiri maupun yang sudah bersuami mesti memperhatikan hal ini.
Rasulullah mengingatkan fitnah paling besar yang paling ditakutkan atas kaum lelaki adalah fitnah wanita.
Tentunya muslimah sejati menghindarkan diri menjadi sumber keburukan.
Kedua, al-Mutakhoyyilat. Berasal dari kata ‘khuyala’ yaitu kesombongan.
Sebagaimana hadist Nabi “Dan sejelek-jelek istri kalian adalah wanita yang suka
bertabarruj dan sombong, mereka itu adalah wanita-wanita munafik, mereka tidak
akan masuk surga kecuali seperti ghurob al-a’shom (sejenis burung gagak yang
sangat langka).” (HR Baihaqi). Ada
keterkaitan antara tabarruj dan kesombongan.
Wanita
yang gemar berdandan, memakai wewangian
maupun tampil cantik ke luar rumah tentulah ia tidak keluar dengan rasa tawadhu
kepada Allah. Bahkan ia keluar dengan perasaan tinggi, sombong dan ujub
terhadap dirinya. Wanita yang santun dan penuh rasa malu tentu tidak akan
berlaku demikian. Menurut Raghib al-Asfahani sombong adalah keadaan seseorang
yang merasa bangga dengan dirinya sendiri, memandang dirinya lebih besar dari pada orang
lain.
Sikap
sombong merembes pada meremehkan dan tidak peduli pada nilai-nilai syariat. Seolah
lupa ia tidak menganggap hari dimana akan berjumpa dengan Allah dan dihisab atas
perbuatannya. Ia lebih memilih kehendak syahwat dan keinginan belaka tanpa
memperdulikan tuntunan agama. Sebagai contoh seperti wanita yang menyambung
rambut, bertato ataupun bergaya seperti lelaki dsb. Padahal Islam melarang
demikian. “Nabi saw melaknat wanita-wanita yang menyambung rambutnya dan
diminta disambung rambutnya, wanita yang bertato dan minta ditato.” (HR Bukhori
Muslim). Rasulullah saw melaknat laki-laki menyerupai wanita dan wanita yang
menyerupai laki-laki.”
Ketiga, al-Mukhtali’aat, wanita yang meminta cerai (khulu’). Nabi bersabda, “al-Mukhtali’aat (istri yang
meminta cerai) adalah orang munafik.” (HR Ahmad, an-Nasai dan at-Tirmidzi).
Khulu’ maknanya melepas pakaian. Lalu digunakan untuk istilah wanita yang
meminta kepada suaminya untuk melepas dirinya dari ikatan pernikahan yang
dijelaskan Allah sebagai pakaian. Allah SWT berfirman, “Mereka itu adalah
pakaian dan kamu pun pakaian bagi mereka.” (Al-Baqarah : 187)
Fenomena
yang terjadi bahwa tingkat perceraian punya trend yang semakin meningkat.
Jumlah angka perceraian di Pengadilan Agama bagaikan deret ukur. Semakin modern
kehidupan (baca: sekuler) maka angka perceraian bertambah drastis. Sekarang,
justru menjadi sebuah kecenderungan baru dimana istri meminta cerai dari
suaminya atau khulu’.
Misalnya
ada seorang istri yang tiba-tiba meminta cerai setelah lama berumah tangga,
bahkan sudah dikaruniai anak. Ada
pula saat suaminya terkena PHK. Ada
juga dengan alasan karena kehabisan feeling atau habis rasa cinta. Apalagi
wanita yang telah memiliki penghasilan sendiri dan merasa lebih tinggi, sulit
untuk menghormati suami. Justru yang sering meremehkan bahkan
membanding-bandingkan dengan lelaki lain.
Padahal
meminta cerai sebagai keputusan yang diperbolehkan jika benar-benar tidak ada
solusi. Ketika wanita dirugikan dari berbagai segi oleh suaminya. Dan dasarnya
sifat munafik ini muncul dari dalam diri yang lebih mementingkan kehidupan
dunia tanpa memperhatikan kehidupan akhirat. Mengejar kehidupan fana yang
menyesatkan mereka. Sehingga hilanglah rasa syukur terhadap apa yang ada suami.
Dalam
sebuah hadist, Para sahabat bertanya (ketika
tahu kebanyakan penghuni neraka banyak wanita) : “Mengapa (demikian wahai
Rasulullah?”. Baginda saw menjawab, “Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya
lagi, “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Baginda menjawab : “Mereka kufur
terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikannya. Kalaulah engkau
berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang
kemudia dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak disukai) niscaya dia akan
berkata, ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.”
Dalam
hadist lain, Nabi saw memberikan nasehat kepada para wanita , “Bersedekahlah
kamu sekalian ! Sesungguhnya kebanyakan kamu adalah menjadi kayu neraka
Jahannam”. Seorang wanita yang duduk di antara mereka bertanya, “Kenapa wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena kamu sekalian banyak mengeluh kepada
suami, meninggalkan keutamaan nikah dan menyia-nyiakan hubungan.”
Itulah
setidaknya tiga karakteristik wanita yang buruk. Semoga istri dan
saudari-saudari muslimah dihindarkan dari sifat demikian. Aamiin. Wallahu’alam.
(telah terbit di harian Waspada)