Oleh :
Islahuddin Panggabean
Kader
PKS Medan, Ketua JPRMI Medan Perjuangan
Mimbar Umum, 3 Juni 2016
Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli
Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS.3:110)
Akhir-akhir ini
Ma’arif Institute merilis Indeks Kota Islami yang menempatkan tiga kota yang
dianggap paling Islami yakni Yogyakarta, Bandung dan Denpasar. Kota Medan
sendiri tidak termasuk dalam daftar kota yang dinilai. Direktur Riset Maarif
Institute menyebutkan ada tiga tolak ukur yang digunakan dalam penentuan ini.
Tolak ukur itu adalah aman, sejahtera dan bahagia.
Kota aman diukur
dengan indikator kebebasan beragama, dan berkeyakinan, perlindungan hukum,
kepemimpinan, pemenuhan hak politik perempuan, hak anak dan hak difabel.
Selanjutnya indikator sejahtera diukur dari pendidikan, pekerjaan, pendapatan
dan kesehatan. Sementara bahagia diukur dari indikator berbagi dan
kesetiakawanan serta harmoni dengan alam.
Banyak kalangan
tidak sepakat dengan 3 indikator atau tolak ukur tsb. Hal ini disebabkan karena
ketiga indikator tersebut sejatinya bersifat umum dan universal.
Indikator-indikator itu diakui kebenaran dan mulianya oleh semua agama. Kita
yakin bahwa semua poin tersebut diajarkan dengan baik oleh semua agama. Apa
ummat agama lain tidak tersinggung jika hal yang terdapat dalam indikator tersebut
dimonopoli Islam seolah tidak terdapat dalam agama Kristen, Buddha, Hindu, Kong
Hu Cu dll?
Logikanya sama
seperti sifat universal seperti jujur, adil, profesional dsb. Orang yang
berprilaku jujur, adil dsb bukanlah
pertanda dia seorang muslim yang berhak dijuluki Islami. Seluruh sifat baik itu
baru bisa dilabeli Islami tentunya bila didasari oleh keimanan kepada Allah
Swt. Sejujur apapun tapi bila tidak beriman pada Allah, tidaklah dapat
ditempelkan label Islam.
Kota Terbaik
Terlepas dari
kontroversi penamaan Kota Islami, tetap saja penelitian Maarif Institute dapat
dijadikan masukan dan peringatan akan pentingnya membentuk kota yang Islami. Setidaknya
ada beberapa hal dalam al-Quran yang bisa dijadikan gambaran masyarakat atau
sebuah negeri itu terbaik.
Pertama,
Berlandaskan Iman dan takwa yang mantap. Seberapapun besar prestasi yang
dicapai suatu masyarakat apabila warganya tidak beriman maka masyarakat
tersebut hanya akan mendapat kesia-siaan, kerugian atau bahkan kehinaan. Ini
sering diingatkan al-Quran melalui sejarah kaum ’Ad, Tsamud, Firaun dsb.
Seberapapun majunya peradaban mereka tapi tidak dilandasi dengan keimanan dan
ketakwaan pada Allah maka akan berujung kehancuran. Namun jika iman dan takwa mewarnai sebuah
kota maka alamat berkah akan menaungi kota. Firman Allah, ”Jikalau sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS 7:96)
Urgensi iman dalam
kehidupan khususnya bermasyarakat dapat juga diperkuat dengan (QS 103) yang
menyatakan semua manusia akan mengalami kerugian kecuali orang-orang yang punya
4 sifat yakni : iman, amal shaleh, berwasiat kepada kebenaran dan berwasiat
kepada kesabaran. Maka menjadi kewajiban setiap warga berusaha keras untuk
mengokohkan iman bagi seluruh warganya. Taqwa
sendiri merupakan standar kemuliaan di sisi Allah. “Inna akramakum `indallahi
atqakum (sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang paling
bertakwa di antara kalian)” (QS. Al-Hujurat: 13).
Kota Medan sejauh
ini dikenal sebagai kota yang bernuansa religius. Setidaknya itu ditandai
dengan penyambutan tahun baru masehi dengan acara muhasabah ketimbang
meledakkan petasan dan konser musik. Selain itu,di kota Medan sungguh banyak
terdapat majelis Dzikir dan Ta’lim yang memiliki jama’ah hingga ratusan seperti
al-Ittihad ataupun Tazkira dsb.
Kedua, Dakwah yang
bergairah atau Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Sesuai dengan QS Ali Imran ayat 110 di
atas tentang ”khairu ummah”, maka kota terbaik ialah yang di dalamnya bergelora
dakwah serta amar ma’ruf nahi mungkar. Ma’ruf ialah sesuatu yang berazaskan
kepatutan dan keadilan yang telah diketahui, disepakati dan berlaku dalam suatu
masyarakat. Namun, yang harus diketahui bahwa peraturan yang telah disepakati
haruslah tidak menyimpang dari asas kebaikan (khair) yakni aturan agama.
Kaitan al-khair dan
al-ma’ruf dapat dilhat dalam QS Ali-Imran :104. Para ulama menafsirkan al-khair
dapat diartikan sebagai nilai universal yang diajarkan oleh al-Qur’an dan
As-Sunnah. Oleh karena itu, koridor yang jelas bagi nilai yang terkandung pada
al-ma’ruf ialah al-khair. Sepanjang masih dalam koridor al-khair
(al-Islam/al-Qur’an dan Sunnah) maka peraturan atau kesepakatan yang ada dalam
masyarakat itu dapat dikatakan al-Ma’ruf.
Mengenai ayat
Ali-Imran 104, Sayyid Quthub berpendapat bahwa penggunaan 2 kata tersebut
menunjukkan keharusan adanya 2 kelompok dalam masyarakat Islam. Kelompok
pertama yang bertugas mengajak dan kelompok kedua bertugas memerintah dan
melarang. Jika untuk melakukan seruan dapat dilakukan oleh orang yang tidak
memiliki kekuasaan. Sedangkan kelompok kedua ini tentulah memilki kekuatan
karena amar ma’ruf dan nahi munkar tidak mungkin efektif dilakukan kecuali oleh
orang-orang yang memiliki kekuasaan.
Mengenai gelora
dakwah di Medan ataupun Sumut bisa ditandai dengan (setidaknya dalam pengamatan
penulis), harian Surat Kabar di Medan yang selalu membawa pesan-pesan keislaman
dalam korannya. Hampir semua harian bahkan harian yang memuat berita kriminal
sekalipun memiliki rubrik dakwah Islamiyah. Ini tidak didapati di harian daerah
lain. Tentu ini indikasi dakwah di daerah ini hidup.
Para ustadz kota
Medan cukup banyak. Selain itu, asatidz
kota Medan tidak gaptek. Banyak ustadz yang memiliki media sosial dan berdakwah
via internet yang bisa diikuti ratusan jama’ahnya. Contoh-contoh itu di samping
tentunya padatnya jadwal kajian di masjid-masjid kota Medan. Di samping di kota
ini juga hidup komunitas dakwah seperti Pejuang Subuh, One Day One Juz dsb.
Ketiga, Pemenuhan
Syarat Kota Baik secara Universal. Selain Indikator IKI yang dikeluarkan Maarif
Institute, Kota Islami juga dapat ditandai dengan beberapa hal lain. Dalam
catatan Jayadi 2008, sebagaimana dikutip oleh Torang Rambe (2016), ada 7 acuan
kota elegan dalam Islam. Pertama, adanya pembangunan rumah ibadah yang
representatif dan mampu menambung berbagai persoalan ummat. Kedua, peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Ketiga, berkaca pada pemerintahan Umar yakni adanya
kawasan perumahan bagi masyarakat (rusunawa). Keempat, pengelolaan tanah dengan
baik. Kelima, penataan ruang yang baik yang sesuai dengan master plan. Keenam,
menciptakan kota hijau (green city). Ketujuh,
proyek multifungsi.
Penutup
Indeks Kota Islami
yang disampaikan Maarif Institute banyak ditentang beberapa kalangan. Itu
karena indikatornya dianggap belum sepenuhnya tepat mewakili kota yang diingini
Islam. Sebagai warga Medan setidaknya mari berusaha mewujudkan kota Islami
sesuai indikator al-Quran dan Sunnah.
Salah satu nya ialah menggelorakan dakwah dan Amar Makruf di dalamnya serta
memenuhi syarat-syarat duniawinya. Wallahua’lam.