Minggu, 06 Oktober 2013

ukhuwah Islamiyah

Menurut Imam Hasan Al-Banna, ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah. Keterikatan itulah yang mendekap kaum mukminin di dalam kehangatan dan kemesraan hubungan. Panggilan dan ikatan keberimanan yang sebabkan mereka saling memanggil dengan mesra, tidak mengolok , mengejek dan membuat tersinggung hati saudaranya. Dahulu di kala zaman Nabi dan para Sahabat , seseorang mempunyai dua atau tiga nama. Nama itu dapat berupa nama asli , julukan ataupun gelar. Dari beberapa julukan yang ia punya , ada yang ia tidak suka. Lantas kemudian turun ayat 11 surat al-Hujurat, agar kaum beriman saling memanggil dan menyapa saudaranya dengan nama yang disukai.

Adanya Ukhuwah Islamiyah pula yang menyebabkan mereka tidak saling menyakiti hati. Bahkan saat sosok saudaranya sudah buruk dalam pandangan dan sangkaannya saja, maka hampir bisa dipastikan ‘ukhuwah Islamiyah’ ternoda. Apalagi sampai menggunjingkan kejelekan saudaranya (meskipun benar), dapat dipastikan kewajiban Ukhuwah Islamiyah telah dilalaikan dan ditinggalkannya. Dalam suatu riwayat, Dahulu, Salman al-Farisi bila selesai makan dan tidur beliau mendengkur. Pada waktu itu, ada yang mempergunjing beliau, maka turunlah ayat 12 surat al-Hujurat, memperingtkan buruknya mengumpat dan menceritakan aib saudaranya. Dalam bahasa al-Quran seperti memakan daging sauadaranya yang sudah mati (memakan bangkai). Nau’dzubillah..

Karena itu, tingkatan terendah dalam berukhuwah ialah salamatush shadr, yaitu bersihnya hati kita dari perasaan negatif terhadap saudara kita. baik itu syak wasangka, maupun perasaan iri, dengki dsb. Bahkan Umar bin Khattab menasihati, meskipun ada perkataan ikhwah yang bisa mengandung atau mengundang sangkaan negatif, kita mesti semaksimal mungkin mencari sisi postitf.

‘Umar pernah memberikan nasihat: “Janganlah sekali-kali engkau menyangka dengan prasangka yang buruk terhadap sebuah kalimat yang keluar dari (mulut) saudaramu, padahal kalimat tersebut masih bisa engkau bawakan pada (makna) yang baik.”

Jadi, kaum mukminin tidak bersifat tajassus, mencari-cari, mematai, menyelidiki kesalahan. Akan tetapi, bahkan mencari-cari sisi positif dari saudaranya. Subhanallah..

Subhanallah
Karena itu dalam berukhuwah dahulukan dan maksimalkan berprasangka positif. Beningkan prasangka!
Karena itu dalam berukhuwah , panggillah dengan mesra nan di suka, berasal dari nurani yang bersih yang lembut.

Perbedaan yang ada bukan untuk dicurigai, apalagi meremehkan dan menganggap terbaiknya diri, akan tetapi perbedaan itu merupakan karunia Allah. Karunia yang mengharuskan untuk saling mengetahui, memahami dan melengkapi. Bukankah Allah yang menjadikan semua?

Karena itu tahapan pertama dalam membangun ukhuwah ialah ta’aruf. Saling mengenal. Tak kenal maka tak sayang. Apalagi dalam Islam, saling mengenal (ta’aruf) merupakan perintah yang tentunya bernilai ibadah untuk pengerjanya. Saling mengenal yang kemudian saling memahami itulah yang diharapkan akan berbuah saling tolong menolong dalam kebaikan, saling bersemangat dalam ukhuwah yang hangat. Seayun selangkah seiring sebahu

“Janganlah kalian saling hasad, saling najasy (menawar barang dengan harga yang lebih tinggi tanpa bermaksud membeli, akan tetapi untuk memperdaya pihak lain), saling membenci, saling acuh tak acuh. Janganlah sesama kalian menjual di atas penjualan sebagian yang lainnya (maksudnya mempengaruhi pembeli ditengah memilih suatu barang sehingga membatalkan pembeliannya, kemudian orang lain menawarkan barang dengan kualitas yang sama atau lebih baik dengan harga yang sama). Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara, seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya. Oleh karena itu janganlah menzhalimi, menghina, mendustai dan jangan pula meremehkannya. Taqwa itu ada di sini (hati), dan beliau sambil menunjuk ke dadanya tiga kali. Cukuplah seseorang dianggap jahat jika ia memandang hina kepada saudaranya sesama muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya adalah haram darahnya, hartanya, dan juga kehormatannya.” (HR. Muslim)

“Jauhi olehmu berprasangka, karena sesungguhnya prasangka itu merupakan sedusta-dusta pembicaraan, janganlah kamu mencari-cari dan memata-matai kesalahan seseorang, dan janganlah kamu saling mendengki, saling membelakangi (bermusuhan) dan saling membenci. Jadilah kamu sebagai hamba Allah yang bersaudara.” (HR Bukhari)

Subhanallah…

Dan salah satu kunci perindah ukhuwah ialah kala kita saling memperbaiki atau memperbarui keimanan kepada Allah. Perbaiki niat dan dasar dalam berukhuwah. apakah karena iman atau karena kepentingan lain?

Sebagaimana Allah mengaruniakan Islam pada kita, maka nikmat Allah berupa Ukhuwah itupun semata-mata karunia-Nya, tidak ada sosok yang paling berjasa, paling penting di dalamnya. Hanya Allah. Karena Allah. untuk Allah

Karena itu untuk membangunnya atau memperbaikinya, dekati dan taatilah Allah. Dan laksanakan sarana perekatnya sebagaimana Nabi ajarkan dan Nabi dan para Sahabat mencontohkannya.

Semoga Allah menjadikan kita merasakan nikmat Ukhuwah Islamiyah. Aamiin

Wallahu’alam
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar