Menurut
Imam Hasan Al-Banna, ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) adalah
keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah.
Keterikatan itulah yang mendekap kaum mukminin di dalam kehangatan dan
kemesraan hubungan. Panggilan dan ikatan keberimanan
yang sebabkan mereka saling memanggil dengan mesra, tidak mengolok ,
mengejek dan membuat tersinggung hati saudaranya. Dahulu di kala zaman
Nabi dan para Sahabat , seseorang mempunyai dua atau tiga nama. Nama itu
dapat berupa nama asli , julukan ataupun gelar. Dari beberapa julukan
yang ia punya , ada yang ia tidak suka. Lantas kemudian turun ayat 11
surat al-Hujurat, agar kaum beriman saling memanggil dan menyapa
saudaranya dengan nama yang disukai.
Adanya
Ukhuwah Islamiyah pula yang menyebabkan mereka tidak saling menyakiti
hati. Bahkan saat sosok saudaranya sudah buruk dalam pandangan dan
sangkaannya saja, maka hampir bisa dipastikan ‘ukhuwah Islamiyah’
ternoda. Apalagi sampai menggunjingkan kejelekan saudaranya (meskipun
benar), dapat dipastikan kewajiban Ukhuwah Islamiyah telah dilalaikan
dan ditinggalkannya. Dalam suatu riwayat, Dahulu, Salman al-Farisi bila
selesai makan dan tidur beliau mendengkur. Pada waktu itu, ada yang
mempergunjing beliau, maka turunlah ayat 12 surat al-Hujurat,
memperingtkan buruknya mengumpat dan menceritakan aib saudaranya. Dalam
bahasa al-Quran seperti memakan daging sauadaranya yang sudah mati
(memakan bangkai). Nau’dzubillah..
Karena
itu, tingkatan terendah dalam berukhuwah ialah salamatush shadr, yaitu
bersihnya hati kita dari perasaan negatif terhadap saudara kita. baik
itu syak wasangka, maupun perasaan iri, dengki dsb. Bahkan Umar bin
Khattab menasihati, meskipun ada perkataan ikhwah yang bisa mengandung
atau mengundang sangkaan negatif, kita mesti semaksimal mungkin mencari
sisi postitf.
‘Umar
pernah memberikan nasihat: “Janganlah sekali-kali engkau menyangka
dengan prasangka yang buruk terhadap sebuah kalimat yang keluar dari
(mulut) saudaramu, padahal kalimat tersebut masih bisa engkau bawakan
pada (makna) yang baik.”
Jadi,
kaum mukminin tidak bersifat tajassus, mencari-cari, mematai,
menyelidiki kesalahan. Akan tetapi, bahkan mencari-cari sisi positif
dari saudaranya. Subhanallah..
Subhanallah
Karena itu dalam berukhuwah dahulukan dan maksimalkan berprasangka positif. Beningkan prasangka!
Karena itu dalam berukhuwah , panggillah dengan mesra nan di suka, berasal dari nurani yang bersih yang lembut.
Perbedaan
yang ada bukan untuk dicurigai, apalagi meremehkan dan menganggap
terbaiknya diri, akan tetapi perbedaan itu merupakan karunia Allah.
Karunia yang mengharuskan untuk saling mengetahui, memahami dan
melengkapi. Bukankah Allah yang menjadikan semua?
Karena
itu tahapan pertama dalam membangun ukhuwah ialah ta’aruf. Saling
mengenal. Tak kenal maka tak sayang. Apalagi dalam Islam, saling
mengenal (ta’aruf) merupakan perintah yang tentunya bernilai ibadah
untuk pengerjanya. Saling mengenal yang kemudian saling memahami itulah
yang diharapkan akan berbuah saling tolong menolong dalam kebaikan,
saling bersemangat dalam ukhuwah yang hangat. Seayun selangkah seiring
sebahu
“Janganlah
kalian saling hasad, saling najasy (menawar barang dengan harga yang
lebih tinggi tanpa bermaksud membeli, akan tetapi untuk memperdaya pihak
lain), saling membenci, saling acuh tak acuh. Janganlah sesama kalian
menjual di atas penjualan sebagian yang lainnya (maksudnya mempengaruhi
pembeli ditengah memilih suatu barang sehingga membatalkan pembeliannya,
kemudian orang lain menawarkan barang dengan kualitas yang sama atau
lebih baik dengan harga yang sama). Jadilah kalian hamba Allah yang
bersaudara, seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya. Oleh
karena itu janganlah menzhalimi, menghina, mendustai dan jangan pula
meremehkannya. Taqwa itu ada di sini (hati), dan beliau sambil menunjuk
ke dadanya tiga kali. Cukuplah seseorang dianggap jahat jika ia
memandang hina kepada saudaranya sesama muslim. Setiap muslim atas
muslim lainnya adalah haram darahnya, hartanya, dan juga kehormatannya.”
(HR. Muslim)
“Jauhi
olehmu berprasangka, karena sesungguhnya prasangka itu merupakan
sedusta-dusta pembicaraan, janganlah kamu mencari-cari dan memata-matai
kesalahan seseorang, dan janganlah kamu saling mendengki, saling
membelakangi (bermusuhan) dan saling membenci. Jadilah kamu sebagai
hamba Allah yang bersaudara.” (HR Bukhari)
Subhanallah…
Dan
salah satu kunci perindah ukhuwah ialah kala kita saling memperbaiki
atau memperbarui keimanan kepada Allah. Perbaiki niat dan dasar dalam
berukhuwah. apakah karena iman atau karena kepentingan lain?
Sebagaimana
Allah mengaruniakan Islam pada kita, maka nikmat Allah berupa Ukhuwah
itupun semata-mata karunia-Nya, tidak ada sosok yang paling berjasa,
paling penting di dalamnya. Hanya Allah. Karena Allah. untuk Allah
Karena
itu untuk membangunnya atau memperbaikinya, dekati dan taatilah Allah.
Dan laksanakan sarana perekatnya sebagaimana Nabi ajarkan dan Nabi dan
para Sahabat mencontohkannya.
Semoga Allah menjadikan kita merasakan nikmat Ukhuwah Islamiyah. Aamiin
Wallahu’alam