Minggu, 06 Oktober 2013

beribadah

Subhanallah..

Sebenarnya apa tujuan Allah menciptakan kita hidup di dunia ini ? Apa tugas kita di dalam kehidupan? Itu terjawab dalam ayat 56 surat Adz-Dzariyat.

“Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku
(ibadah)”

Subhanallah..

Ahmad Mushtafa al-Maraghi saat menafsirkan ayat-ayat ini mengatakan bahwa Setelah Allah menyebutkan bahwa orang-orang musyrik itu berada dalam perkataan yang berbeda-beda dan tidak tetap, sebagiannya tidak cocok dengan sebagian yang lain. Yakni ketika mereka mengatakan: Pencipta langit dan bumi adalah Allah, tiba-tiba mereka menyembah patung-patung dan berhala. Kadang-kadang mereka mengatakan Muhammad adalah tukang sihir tetapi pada saat lain mengatakan pula dia adalah juru ramal dan lain-lain.

Kemudian dilanjutkan dengan menyebutkan bahwa kaum nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam bukanlah umat yang pertama mendustakan. Sebagaiman kaum Quraisy itu mendustai nabi-Nya, demikian pula umat-umat sebelumnya telah mendustakan para rasul mereka. Maka, Allah menimpakan kepada mereka bencana seperti kaum Nuh, ‘Ad dan Tsamud.

Selanjutnya Allah subhanahu wa ta’ala menyatakan keheranannya terhadap ihwal orang-orang musyrik itu, seraya mengatakan: apakah sebagian mereka berwasiat kepada sebagian yang lainnya akan perbuatan seperti itu. Namun, kemudian Dia memfirmankan; tidak. Bahkan mereka adalah kaum yang durhaka lagi melampaui batas Allah. Mereka tidak mematuhi perintah dan tidak menghentikan diri dari larangan-Nya.

Kemudian Allah menyuruh rasul-Nya agar berpaling dari berdebat dan bertengkar dengan mereka. karena beliau telah benar-benar telah menyampaikan apa yang telah diperintahkan kepadanya dan tidak melalaikannya. Maka, beliau tidaklah tercela atas kedustaan mereka itu. Dan agar beliau tetap memberi peringatan kepada orang yang peringatan itu akan bermanfaat bagi baginya, sedang orang itu mempunyai kesiapan untuk menerima petunjuk dan bimbingan. Selanjutnya Allah melanjutkan dengan menyebutkan bahwa Dia tidaklah menciptakan jin dan manusia keculai untuk diperintahkan dan diberi beban beribadah kepada-nya, bukan karena Dia memerlukan kepada mereka dalam memperoleh suatu rizki mapun mendatangkan makanan. Karena Allah yang memberi rizki lagi mempunyai kekuatan.

Ahmad Mushtafa al-Maraghi, kemudian melanjutkan tafsirannya sebagai berikut “Aku tidak menciptakan mereka (jin dan Manusia) kecuali supaya kenal kepada-Ku. Karena sekiranya Aku tidak menciptakan mereka niscaya mereka tak akan kenal keberadaan-Ku dan keesaan-Ku”.

Penafsiran semacam ini ditunjukkan oleh apa yang dinyatakan dalam sebuah hadis qudsi “Kuntu kanzan makhfiyyan fa aradtu an u’rafa, fa khalqtul khalqa fa bi ‘arifuni”. Aku adalah simpanan yang tersembunyi. Lalu Aku menghendaki supaya Aku dikenal. Maka Aku-pun menciptakan makhluk. Maka oleh karena Aku-lah mereka mengenal Aku.

sedangkan Sayyid Quthub kala mengomentari ayat 56 surat adz-Dzariyat mengatakan bahwa Ayat ini menurutnya membuka sekian banyak sisi dan aneka sudut dari makna dan tujuan.

Sisi pertama bahwa pada hakikatnya ada tujuan tertentu dari wujud manusia dan jin, ia merupakan satu tugas. Siapa yang melaksanakannya, maka ia telah mewujudkan tujuan wujudnya, dan siapa yang mengabaikannya maka dia telah membatalkan hakikat wujudnya dan menjadilah dia seseorang yang tidak memilki tugas (pekerjaan), hidupnya kosong, tidak bertujuan dan berakhir dengan kehampaan.

Tugas tersebut adalah ibadah kepada Allah, yakni penghambaan diri kepada-Nya. Ini berarti di sini ada hamba dan di sana ada ada Allah. Beliau juga menjelaskan bahwa dari pengertian di atas menonjol sisi yang lain dari hakikat yang besar dan agung itu, yakni bahwa pengertian ibadah bukan hanya pada pelaksanaan tuntunan ritual, karena jin dan manusia tidak menghabiskan waktu mereka dalam pelaksanaan ibadah ritual. Memang kita tidak mengetahui secara persis apa saja batas aktiuvitas yang dibebankan kepada jin. Tapi kita dapat mengetahui batas-batas yang diwajibkan kepada manusia., yaitu yang dijelaskan di dalam Al-Quran bahwa manusia sebagia khalifah di bumi. Ini menuntut aneka ragam aktivitas penting guna memamkmurkan bumi, sambil mewujudkan apa yang dikehendaki Allah dalam penggunaan, pengembangan dan peningkatannya.

Dengan demikian ibadah yang dimaksud di sini lebih luas jangkauan maknanya daripada ibadah dalam bentuk ritual. Tugas kekhalifahan juga termasuk ke dalam makna ibadah dan dengan demikian hakikat ibadah mencakup dua hal pokok.

Pertama, kemantapan makna penghambaan kepada Allah dalam hati setiap insan.

Kedua, mengarah kepada Allah dalam setiap gerak pada nurani, pada setiap anggota badan dan setiap gerak dalam hidup. Semuanya hanya mengarah kepada Allah secara tulus.

Dengan demikan, terlaksanalah makna ibadah. Dan menjadilah setiap amal bagaikan ibadah ritual, dan setiap ibadah ritual serupa dengan memakmurkan bumi. Memakmurkan bumi serupa dengan jalan jihad di jalan Allah, dan jihad seperti kesabaran menhadapi setiap kesulitan dan ridha menerima ketetapan-Nya. Semua itu adalah ibadah, semuanya adalah pelaksanaan tugas pertama dari penciptaan Allah tehadap jin dan manusia dan semua merupakan ketundukan kepada ketetapan yang berlaku umum, yakni ketundukan segala sesuatu kepada Allah bukan kepada selain-Nya.

Sedangkan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu mengatakan mengenai ayat 56 surah adz-Dzariyat ini “Maknanya adalah tujuan-Ku (menciptakan mereka) adalah agar mereka Ku-perintahkan beribadah kepada-Ku.” Menurut Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu , “Kecuali untuk tunduk beribadah dalam keadaaan taat maupun ketidaksenangan.”Sedangkan Mujahid mengatakan, “Tujuan-Ku (menciptakan mereka) adalah untuk Aku perintah dan Aku larang.”

Mengenai makna ibadah , Ibnu Taimiyah mendefinisikan “Ibadah adalah istilah yang meliputi segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, berupa ucapan maupun perbuatan, yang tampak maupun yang tersembunyi.”

Sedangkan Ibnu Qoyyim berpendapat, “Ibadah berporos pada lima belas patokan. Barangsiapa dapat menyempurnakan itu semua maka dia telah menyempurnakan tingkatan-tingkatan penghambaan (ubudiyah). Keterangannya ialah sebagai berikut : Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Sedangkan hukum-hukum yang berlaku dalam kerangka ubudiyah itu terbagi lima : wajib, mustahab/sunnah, haram makruh, dan mubah. Masing-masing hukum ini berlaku meliputi isi hati, ucapan lisan, dan perbuatan anggota badan.”

Sedangkan Imam al-Qurthubi mengatakan, “Makna asal dari ibadah adalah perendahan diri dan ketundukan. Berbagai tugas/beban syari’at yang diberikan kepada manusia (mukallaf) dinamai dengan ibadah; dikarenakan mereka harus melaksanakannya dengan penuh ketundukan kepada Allah ta’ala. Makna ayat tersebut (QS. Adz-Dzariyat : 56) adalah Allah ta’ala memberitakan bahwa tidaklah Dia menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Inilah hikmah penciptaan mereka.”

Subhanallah..

Begitulah bahwa Allah menciptakan kita tidak sia-sia, ada tujuan, ada tugas, yakni untuk beribadah pada-Nya, untuk berma’rifat (mengenal-Nya). dan ternyata segala apa yang lakukan di dunia bila merupakan hal yang disukai-Nya , menggunakan cara yang dituntun-Nya serta kita dedikasikan hanya pada-Nya merupakan suatu bentuk ibadah pada-Nya.

Semoga kita semakin giat beribadah pada-Nya , ibadah mahdah maupun ghairu mahdah dan semoga kita senantiasa mengarahkan segala aktivitas hidup kita untuk Allah semata.
Aamiin
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar