Subhanallah..
Sebenarnya
apa tujuan Allah menciptakan kita hidup di dunia ini ? Apa tugas kita
di dalam kehidupan? Itu terjawab dalam ayat 56 surat Adz-Dzariyat.
“Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (ibadah)”
Subhanallah..
Ahmad
Mushtafa al-Maraghi saat menafsirkan ayat-ayat ini mengatakan bahwa
Setelah Allah menyebutkan bahwa orang-orang musyrik itu berada dalam
perkataan yang berbeda-beda dan tidak tetap, sebagiannya tidak cocok
dengan sebagian yang lain. Yakni ketika mereka mengatakan: Pencipta
langit dan bumi adalah Allah, tiba-tiba mereka menyembah patung-patung
dan berhala. Kadang-kadang mereka mengatakan Muhammad adalah tukang
sihir tetapi pada saat lain mengatakan pula dia adalah juru ramal dan
lain-lain.
Kemudian
dilanjutkan dengan menyebutkan bahwa kaum nabi Muhammad shalallahu
‘alaihi wa salam bukanlah umat yang pertama mendustakan. Sebagaiman
kaum Quraisy itu mendustai nabi-Nya, demikian pula umat-umat sebelumnya
telah mendustakan para rasul mereka. Maka, Allah menimpakan kepada
mereka bencana seperti kaum Nuh, ‘Ad dan Tsamud.
Selanjutnya
Allah subhanahu wa ta’ala menyatakan keheranannya terhadap ihwal
orang-orang musyrik itu, seraya mengatakan: apakah sebagian mereka
berwasiat kepada sebagian yang lainnya akan perbuatan seperti itu.
Namun, kemudian Dia memfirmankan; tidak. Bahkan mereka adalah kaum yang
durhaka lagi melampaui batas Allah. Mereka tidak mematuhi perintah dan
tidak menghentikan diri dari larangan-Nya.
Kemudian
Allah menyuruh rasul-Nya agar berpaling dari berdebat dan bertengkar
dengan mereka. karena beliau telah benar-benar telah menyampaikan apa
yang telah diperintahkan kepadanya dan tidak melalaikannya. Maka, beliau
tidaklah tercela atas kedustaan mereka itu. Dan agar beliau tetap
memberi peringatan kepada orang yang peringatan itu akan bermanfaat bagi
baginya, sedang orang itu mempunyai kesiapan untuk menerima petunjuk
dan bimbingan. Selanjutnya Allah melanjutkan dengan menyebutkan bahwa
Dia tidaklah menciptakan jin dan manusia keculai untuk diperintahkan dan
diberi beban beribadah kepada-nya, bukan karena Dia memerlukan kepada
mereka dalam memperoleh suatu rizki mapun mendatangkan makanan. Karena
Allah yang memberi rizki lagi mempunyai kekuatan.
Ahmad
Mushtafa al-Maraghi, kemudian melanjutkan tafsirannya sebagai berikut
“Aku tidak menciptakan mereka (jin dan Manusia) kecuali supaya kenal
kepada-Ku. Karena sekiranya Aku tidak menciptakan mereka niscaya mereka
tak akan kenal keberadaan-Ku dan keesaan-Ku”.
Penafsiran
semacam ini ditunjukkan oleh apa yang dinyatakan dalam sebuah hadis
qudsi “Kuntu kanzan makhfiyyan fa aradtu an u’rafa, fa khalqtul khalqa
fa bi ‘arifuni”. Aku adalah simpanan yang tersembunyi. Lalu Aku
menghendaki supaya Aku dikenal. Maka Aku-pun menciptakan makhluk. Maka
oleh karena Aku-lah mereka mengenal Aku.
sedangkan
Sayyid Quthub kala mengomentari ayat 56 surat adz-Dzariyat mengatakan
bahwa Ayat ini menurutnya membuka sekian banyak sisi dan aneka sudut
dari makna dan tujuan.
Sisi
pertama bahwa pada hakikatnya ada tujuan tertentu dari wujud manusia
dan jin, ia merupakan satu tugas. Siapa yang melaksanakannya, maka ia
telah mewujudkan tujuan wujudnya, dan siapa yang mengabaikannya maka dia
telah membatalkan hakikat wujudnya dan menjadilah dia seseorang yang
tidak memilki tugas (pekerjaan), hidupnya kosong, tidak bertujuan dan
berakhir dengan kehampaan.
Tugas
tersebut adalah ibadah kepada Allah, yakni penghambaan diri kepada-Nya.
Ini berarti di sini ada hamba dan di sana ada ada Allah. Beliau juga
menjelaskan bahwa dari pengertian di atas menonjol sisi yang lain dari
hakikat yang besar dan agung itu, yakni bahwa pengertian ibadah bukan
hanya pada pelaksanaan tuntunan ritual, karena jin dan manusia tidak
menghabiskan waktu mereka dalam pelaksanaan ibadah ritual. Memang kita
tidak mengetahui secara persis apa saja batas aktiuvitas yang dibebankan
kepada jin. Tapi kita dapat mengetahui batas-batas yang diwajibkan
kepada manusia., yaitu yang dijelaskan di dalam Al-Quran bahwa manusia
sebagia khalifah di bumi. Ini menuntut aneka ragam aktivitas penting
guna memamkmurkan bumi, sambil mewujudkan apa yang dikehendaki Allah
dalam penggunaan, pengembangan dan peningkatannya.
Dengan
demikian ibadah yang dimaksud di sini lebih luas jangkauan maknanya
daripada ibadah dalam bentuk ritual. Tugas kekhalifahan juga termasuk ke
dalam makna ibadah dan dengan demikian hakikat ibadah mencakup dua hal
pokok.
Pertama, kemantapan makna penghambaan kepada Allah dalam hati setiap insan.
Kedua,
mengarah kepada Allah dalam setiap gerak pada nurani, pada setiap
anggota badan dan setiap gerak dalam hidup. Semuanya hanya mengarah
kepada Allah secara tulus.
Dengan
demikan, terlaksanalah makna ibadah. Dan menjadilah setiap amal
bagaikan ibadah ritual, dan setiap ibadah ritual serupa dengan
memakmurkan bumi. Memakmurkan bumi serupa dengan jalan jihad di jalan
Allah, dan jihad seperti kesabaran menhadapi setiap kesulitan dan ridha
menerima ketetapan-Nya. Semua itu adalah ibadah, semuanya adalah
pelaksanaan tugas pertama dari penciptaan Allah tehadap jin dan manusia
dan semua merupakan ketundukan kepada ketetapan yang berlaku umum, yakni
ketundukan segala sesuatu kepada Allah bukan kepada selain-Nya.
Sedangkan
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu mengatakan mengenai ayat 56 surah
adz-Dzariyat ini “Maknanya adalah tujuan-Ku (menciptakan mereka) adalah
agar mereka Ku-perintahkan beribadah kepada-Ku.” Menurut Ibnu Abbas
Radhiyallahu’anhu , “Kecuali untuk tunduk beribadah dalam keadaaan taat
maupun ketidaksenangan.”Sedangkan Mujahid mengatakan, “Tujuan-Ku
(menciptakan mereka) adalah untuk Aku perintah dan Aku larang.”
Mengenai
makna ibadah , Ibnu Taimiyah mendefinisikan “Ibadah adalah istilah yang
meliputi segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, berupa
ucapan maupun perbuatan, yang tampak maupun yang tersembunyi.”
Sedangkan
Ibnu Qoyyim berpendapat, “Ibadah berporos pada lima belas patokan.
Barangsiapa dapat menyempurnakan itu semua maka dia telah menyempurnakan
tingkatan-tingkatan penghambaan (ubudiyah). Keterangannya ialah sebagai
berikut : Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan.
Sedangkan hukum-hukum yang berlaku dalam kerangka ubudiyah itu terbagi
lima : wajib, mustahab/sunnah, haram makruh, dan mubah. Masing-masing
hukum ini berlaku meliputi isi hati, ucapan lisan, dan perbuatan anggota
badan.”
Sedangkan
Imam al-Qurthubi mengatakan, “Makna asal dari ibadah adalah perendahan
diri dan ketundukan. Berbagai tugas/beban syari’at yang diberikan kepada
manusia (mukallaf) dinamai dengan ibadah; dikarenakan mereka harus
melaksanakannya dengan penuh ketundukan kepada Allah ta’ala. Makna ayat
tersebut (QS. Adz-Dzariyat : 56) adalah Allah ta’ala memberitakan bahwa
tidaklah Dia menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-Nya. Inilah hikmah penciptaan mereka.”
Subhanallah..
Begitulah
bahwa Allah menciptakan kita tidak sia-sia, ada tujuan, ada tugas,
yakni untuk beribadah pada-Nya, untuk berma’rifat (mengenal-Nya). dan
ternyata segala apa yang lakukan di dunia bila merupakan hal yang
disukai-Nya , menggunakan cara yang dituntun-Nya serta kita dedikasikan
hanya pada-Nya merupakan suatu bentuk ibadah pada-Nya.
Semoga
kita semakin giat beribadah pada-Nya , ibadah mahdah maupun ghairu
mahdah dan semoga kita senantiasa mengarahkan segala aktivitas hidup
kita untuk Allah semata.
Aamiin