Jumat, 12 November 2010

Karakteristik Masyarakat Dahsyat



Sebagai makhluk sosial, tentunya kita tak dapat berpisah dengan yang namanya masyarakat, bergaul, atau bahkan memberikan 'warna' pada masyarakat itu serta mungkin kitalah yang membentuk masyarakat tersebut.....



Nah,....Ada beberapa karakteristik yang dapat menjadi standar ‘keidealan’ suatu masyarakat menurut al-Qur’an.



* Pertama, akidah yang kokoh dalam bentuk keimanan yang mantap merupakan ciri utama masyarakat yang ideal.

Ciri masyarakat adalah sebuah masyarakat yang anggotanya adalah orang-orang yang sepenuhnya beriman. (sedangkan objek keimanan itu sendiri ialah 6 rukun iman).

Iman diperlukan untuk meletakkan timbangan yang benar tentang nilai dan pengenalan dan pemahaman yang benar mengenai yang ma’ruf dan yang munkar. Amar ma’ruf dan Nahi munkar memerlukan ukuran yang jelas dan kokoh dan itulah iman…. Seberapapun besar prestasi yang dicapai suatu masyarakat apabila warganya tidak beriman maka masyarakat tersebut hanya akan mendapat kesia-siaan, kerugian atau bahkan kehinaan.

Urgensi iman dalam kehidupan khususnya bermasyarakat dapat juga diperkuat dengan (QS 103) yang menyatakan semua manusia akan mengalami kerugian kecuali orang-orang yang punya 4 sifat yakni : iman, amal shaleh, berwasiat kepada kebenaran dan berwasiat kepada kesabaran. Maka menjadi kewajiban setiap warga, khususnya yang mendapat mandat yang mengurus urusan warganya (pemerintah,pemimpin) berusaha keras untuk mengokohkan iman bagi seluruh warganya.



* Kedua, sebagai bentuk realisasi iman yang kokoh setiap warga harus berusaha untuk tetap menjaga dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan (amar ma’ruf).

Ma’ruf ialah sesuatu yang berazaskan kepatutan dan keadilan yang telah diketahui, disepakati dan berlaku dalam suatu masyarakat. Namun, yang harus diketahui bahwa peraturan yang telah disepakati haruslah tidak menyimpang dari asas kebaikan (khair) yakni aturan agama.

Kaitan al-khair dan al-ma’ruf dapat dilhat dalam (QS Ali-Imran :104).

Para ulama menafsirkan al-khair dapat diartikan sebagai nilai universal yang diajarkan oleh al-Qur’an dan As-Sunnah. Oleh karena itu, koridor yang jelas bagi nilai yang terkandung pada al-ma’ruf ialah al-khair. Sepanjang masih dalam koridor al-khair (al-Islam/al-Qur’an dan Sunnah) maka peraturan atau kesepakatan yang ada dalam masyarakat itu dapat dikatakan al-Ma’ruf.



Mengenai ayat Ali-Imran 104 tadi juga Sayyid Quthub berpendapat bahwa penggunaan 2 kata tersebut menunjukkan keharusan adanya 2 kelompok dalam masyarakat Islam. Kelompok pertama yang bertugas mengajak dan kelompok kedua bertugas memerintah dan melarang. Jika untuk melakukan seruan dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan. Sedangkan kelompok kedua ini tentulah memilki kekuatan karena amar ma’ruf dan nahi munkar tidak munkin efektif dilakukan kecuali oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan.





* Setiap pelanggaran terhadap peraturan dan ketentuan haruslah dicegah.(nahi munkar)

Karena pelanggraran terhadap nilai-nilai atau yang sering disebut munkar/kemunkaran. Meskipun hanya dilakukan oknum individu namun akan membahayakan bagi kehidupan masyarakat keseluruhan (Nabi Saw. Mengilustrasikan dengan orang yang melubangi temapt duduknya di kapal yang sedang berlayar). Oleh karena itu, diperlukanlah nahi munkar (pencegahan kemunkaran). Ada beberapa macam bentuk kemunkaran dan keburukan antara lain :

1. sikap melampaui batas cth : berlebih-lebihan dalam beragama
2. pembunuhan
3. perampokan
4. kemaksiatan apalagi di jalan raya, judi
5. kekikiran
6. pornoaksi
7. tuduh-menuduh
8. perzinaan baik hetero maupun homoseksual
9. pendekatan kepada zina contoh budaya Pacaran selama ini
10. penganiayaan (pelanggaran hak)
11. mengolok-olok agama Allah
12. tidak beriman (mendengar tuntunan agama tetapi enggan mengamalkannya)
13. keburukan dalam ucapan, prasangka, perbuatan, dan keyakinan



Adapun sebagian dali-dalilnya : (5:77-79), (18:74) , (29:29) , (16:90), (2:268), (7:28). (24:21). (17:32), (3:180), (5:58-59), (8:20-22), (4:148), (48:6), (4:123), (3: 179),(14:26), (21:74)





* setiap persoalan yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat maka cara penyelesaiannya adalah dengan bermusyawarah.

Adapun dalam (3:159) terdapat ‘pedoman’ bermusyawarah ialah peserta musyawarah hendaknya sebelum dilaksanakan syuro’ memilki sikap dan sifat lemah lembut, tidak kasar dan berhati keras. Terlebih kepada pemimpin syuro’, karena apabila dia berlaku kasar dank eras ahti niscaya syuro’ akan kacau. Sedangkan setelah syuro’ sikap yang harus diambil ialah memberi maaf.Orang yang sedang bermusyawarah harus mempersiapkan mentalnya untuk selalu memberi maaf, karena bisa jadi ketika syuro’ terjadi perbedaan pendapat yang mungkin menyinggung. Tak hanya memberi maaf, maka peserta pun saling memohon ampun kepada Allah bagi peserta syuro yang lain. Petunjuk terakhir ialah apabila telah berazam, laksanakanlah dan bertawakkallah kepada Allah. Apabila tekad sudah bulat untuk melaksanakan hasil keputusan dalam syuro tersebut pada saat yang sama harus diikuti dengan sikap tawakkal kepada Allah swt.

Sedangkan pada (42:38) menyatakan bahwa musyawarah adalah salah satu kaidah syariat yang harus ditegakkan dan disejajarkan dengan bentuk ibadah lain. Musyawarah dapat meminimalisir kesalahan yang mungkin terjadi. Musyawarah juga merupakan sarana amar ma’ruf nahi munkar. Sedangkan untuk objek musyawarah ialah segala urusan kecuali tentang ruh (17:85), tobat atau azab (3:128) dan ketentuan syari’at agama (6:57-58).



“Yang terpenting adalah bukan siapa yang menyampaikan pendapat dari kelompok mana tetapi bagaimana kualitas pendapat tsb bagi kemashlahatan ummat/masyarakat.”





* Keadilan , keadilan dalam al-qur’an terdiri dari berbagai macam antara lain : adil dalam aspek akidah (tidak berbuat syirik karena syirik merupakan kezaliman yang besar), aspek syari’at khususnya dengan hubungan antar manusia dan adil pada diri sendiri.

Adapun dimensi-dimensi keadilan antara lain :



1. persamaan sebagai dimensi keadilan contoh : persamaan dalam hokum
2. keseimbangan sebagai dimensi keadilan : adil dalam konteks ini, tidak mengharuskan kesamaan di antara masing-masing unsur namun yang terpenting adalah bahwa terjadi keseimbangan meski kadarnya berbeda. Contoh : pembedaan antara hak laki-laki dan perempuan harus dilihat dari segi keseimbangan bukan kesamaan karena kadarnya pasti berbeda
3. lawan kezaliman sebagai dimensi keadilan : menempatkan sesuatu pada tempatnya. Bahwa perintah untuk menegakkan keadilan dan menghilangkan kezaliman adalah sebuah keniscayaan dalam hidup bermasyarakat terlebih bagi orang-orang yang beriman karena sikap itu lebih dekat dengan takwa (5:8) (4:135)

Keadilan bukan hanya sifat yang harus dimiliki oleh setiap anggota masyarakat , namun yang harus lebih memerhatikan adalah seseorang yng memegang kekuasaan dalam pemerintahan misalnya. (38:21-22).





* tegaknya persaudaraan /ukhuwah

masyarakat ideal adalah masyarakat yang anggotanya menjalin persaudaraan. Suatu masyarakat tidak akan berdiri tegak apabila warganya tidak menjalin persaudaraan. Al-qur’an menyatakan bahwa sesame mukmin itu ikhwah (49:10). Bahkan ada yang berpendapat Islam tidak dapat tegak hingga ukhuwah islamiah berhasil diwujudkan. Selanjutnya dalam (49:11-12) terdapat sebagian kode etik untuk warga masyarakat muslim. Masih banyak lagi ayat yang menegaskan bahwa ummat islam iu bersaudara dan jangan bercerai berai. (9:24), (8:74),(3:103),(5:2),(9:71),(49:9)

Dan masyarakat yang dahsyat ialah masyarakat yang memiliki rasa persaudaraan yang sangat kuat.





* Ada Toleransi

Agama Islam mengajarkan agar tidak boleh memaksa seseorang untuk masuk Islam (2:256) (10:99-100). Dan Allah tiada melarang untuk berlaku baik dan adil kepada mereka selama tidak memerangi orang Islam. Namun, yang mesti diingat bahwa tidak ada toleransi dalam hal akidah (QS:109). Selain itu juga dalam agama Islam dilarang menghina agama lain. Namun, itu bukan berarti mempersamakan semua agama. Larangan itu tertuju kepada penghinaan karena penghinaan tidak menghasilkan maslahat. Agama Islam dating membuktikan kebenaran sedang makian biasanya ditempuh oleh mereka yang lemah.

Al-Qur’an tidak melarang dan bekerjasama dengan pemeluk agama lain (apabila telah paham tentang kode etik) selama mereka tidak memerangi dan tidak menjajah atau mengusir dari negeri. Dan dalam masyarakat ideal toleransi sangat terasa.



Itulah sebagian karakteristik masyarakat ideal baik umum sebagaimana tercantum dalam Qs (3:110)…maupun ciri lain…



Semoga kita dapat mewujudkan minimal mendekati masyarakat ideal. Semoga kita mendapat kepemimpinan ataupun system yang berpedoman kepada standar-standar ‘keidealan’ di atas.

Amin



Mohon maaf atas segala kekurangan yang pasti ada

Semoga Bermanfaat



Wallahu’alam

Kitabatu at-Tilmidz

Ishlah al-Medaniy
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar