Kala
Nabi sedang berdakwah, mengisi ‘kajian’ kepada pemuka Quraisy yang
berasal dari golongan bangsawan. Kemudian datanglah Abdullah ibn Ummi
Maktum, sahabat yang buta, dari kalangan ‘pinggiran’, rakyat biasa
datang hendak bertanya dan mendesak.
Apa yang
dirasakan Nabi ketika itu? Bahwa kedatangan Ibnu Ummi Maktum tersebut
menginterupsi, memecah konsentrasi beliau dengan pertanyaan mendesak,
‘mengancam’ gagalnya dakwah beliau pada para pemuka Quraisy ini. Karena
tentunya pemuka Quraisy –dengan status mereka- ini, pastilah mereka tak
mau diganggu, tidak nyaman berada dalam satu majelis dengan orang yang
kedudukannya di bawah mereka.
Nabi
berdakwah pada para pemuka secara khusus, agar para pemuka tersebut
dapat memahami Islam. Namun, datanglah Ibnu Ummi Maktum dengan
pertanyaan mendesak. Nabi pun merasa terkejut, sebagaimana kita sedang
berbincang penting namun tetiba ada orang yang menyanggah dan mendesak.
Kemudian turunlah ayat 1-10 surah ‘Abasa sebagai bentuk kelembutan-Nya terhadap Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam.
Bahwasanya
bermuka masamnya dan berpalingnya muka Rasulullah itu pada hakikatnya
tidak dirasakan oleh Ibnu Ummi Maktum. Ekspresi Nabi sebenarnya itu
tidak terlihat dan tidak menyinggung hati Ibnu Ummi Maktum, karena
sahabat Nabi tersebut buta.
Namun,
Allah Yang Maha Lembut, memberi pengajaran kepada Rasulullah. Juga
kepada kita ummatnya. Bagaimana menempatkan prioritas dalam dakwah.
Dakwah itu lebih diprioritaskan kepada orang-orang yang mau berubah, mau
menyucikan diri daripada orang-orang yang sok, merasa cukup dengan
harta, status dan kedudukan duniawi dan tenggelam oleh hawa nafsunya.
Subhanallah...
Banyak
pelajaran dari Kisah ini, antara lain bahwa betapa agungnya akhlak Nabi
shalallahu ‘alaihi wa salam. Beliau membuat perkumpulan, kajian,
‘halaqoh’ khusus kepada kaum pemuka, karena beliau tahu sifat-sifat
mereka. Beliau sangat santun kepada mereka yang jelas-jelas sombong dan
enggan berislam.
Kemudian,
pelajaran bagi kita untuk tidak memotong seseorang yang sedang
berbicara dengan orang lain. Abdullah Ummi Maktum, sahabat Nabi nan
mulia ialah sosok yang memiliki kekurangan (buta) sehingga mungkin tidak
tahu prilakunya tsb ‘mengganggu’ dakwah Nabi. Karena itu, akhlak yang
baik ialah tidak memotong pembicaraan orang lain apalagi pembicaraan
penting.
Dan juga dai mesti berhati bersih juga berwajah manis dalam berdakwah.
Selanjutnya
bahwa Dakwah Islam itu memiliki prioritas. Prioritas Dakwah diutamakan
kepada orang yang Hanif , mau berubah ke arah yang lebih baik. bukan
kepada yang banyak harta, statusnya tinggi dsb terlebih dahulu...
So, mari brmuka manis