Selasa, 10 Desember 2013

bermuka manis

Kala Nabi sedang berdakwah, mengisi ‘kajian’ kepada pemuka Quraisy yang berasal dari golongan bangsawan. Kemudian datanglah Abdullah ibn Ummi Maktum, sahabat yang buta, dari kalangan ‘pinggiran’, rakyat biasa datang hendak bertanya dan mendesak.

Apa
yang dirasakan Nabi ketika itu? Bahwa kedatangan Ibnu Ummi Maktum tersebut menginterupsi, memecah konsentrasi beliau dengan pertanyaan mendesak, ‘mengancam’ gagalnya dakwah beliau pada para pemuka Quraisy ini. Karena tentunya pemuka Quraisy –dengan status mereka- ini, pastilah mereka tak mau diganggu, tidak nyaman berada dalam satu majelis dengan orang yang kedudukannya di bawah mereka.

Nabi berdakwah pada para pemuka secara khusus, agar para pemuka tersebut dapat memahami Islam. Namun, datanglah Ibnu Ummi Maktum dengan pertanyaan mendesak. Nabi pun merasa terkejut, sebagaimana kita sedang berbincang penting namun tetiba ada orang yang menyanggah dan mendesak.

Kemudian turunlah ayat 1-10 surah ‘Abasa sebagai bentuk kelembutan-Nya terhadap Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam.

Bahwasanya bermuka masamnya dan berpalingnya muka Rasulullah itu pada hakikatnya tidak dirasakan oleh Ibnu Ummi Maktum. Ekspresi Nabi sebenarnya itu tidak terlihat dan tidak menyinggung hati Ibnu Ummi Maktum, karena sahabat Nabi tersebut buta.

Namun, Allah Yang Maha Lembut, memberi pengajaran kepada Rasulullah. Juga kepada kita ummatnya. Bagaimana menempatkan prioritas dalam dakwah. Dakwah itu lebih diprioritaskan kepada orang-orang yang mau berubah, mau menyucikan diri daripada orang-orang yang sok, merasa cukup dengan harta, status dan kedudukan duniawi dan tenggelam oleh hawa nafsunya.

Subhanallah...

Banyak pelajaran dari Kisah ini, antara lain bahwa betapa agungnya akhlak Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam. Beliau membuat perkumpulan, kajian, ‘halaqoh’ khusus kepada kaum pemuka, karena beliau tahu sifat-sifat mereka. Beliau sangat santun kepada mereka yang jelas-jelas sombong dan enggan berislam.

Kemudian, pelajaran bagi kita untuk tidak memotong seseorang yang sedang berbicara dengan orang lain. Abdullah Ummi Maktum, sahabat Nabi nan mulia ialah sosok yang memiliki kekurangan (buta) sehingga mungkin tidak tahu prilakunya tsb ‘mengganggu’ dakwah Nabi. Karena itu, akhlak yang baik ialah tidak memotong pembicaraan orang lain apalagi pembicaraan penting.

Dan juga dai mesti berhati bersih juga berwajah manis dalam berdakwah.
Selanjutnya bahwa Dakwah Islam itu memiliki prioritas. Prioritas Dakwah diutamakan kepada orang yang Hanif , mau berubah ke arah yang lebih baik. bukan kepada yang banyak harta, statusnya tinggi dsb terlebih dahulu...

So, mari brmuka manis
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar