Senin, 23 September 2013

baiaturridhwan

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS Al Fath: 18)

Pada bulan Dzulqaidah tahun keenam Hijriyyah Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, beserta para shahabatnya ingin mengunjungi Mekkah untuk melakukan umroh dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Nabi dan kaum muslimin hendak melakukan ibadah ke Baitullah dengan damai.

Namun orang Quraisy, mencoba menghalang-halangi mereka ke Mekkah, menuduh bahwa kaum muslimin ingin menyerang, namun ada sebagian yang berpendapat biarkan saja kaum muslimin beribadah. Jadi, mereka “maju mundur”. Akhirnya kaum Quraisy bersepakat untuk mengirimkan beberapa utusan ke perkemahan kaum muslimin. untuk menjajagi kekuatan kaum Muslimin dan dari sisi lain untuk merintangi jangan sampai kaum Muslimin masuk Makkah.

Budail bin Warqa' dalam suatu rombongan yang terdiri dari suku Khuza'ah. Mereka menanyakan kepada kaum Muslimin tentang maksud kedatangan ke Makkah. Setelah diberitahu bahwa kedatangan kaum Muslimin bukan untuk berperang, melainkan hendak berziarah dan memuliakan Baitullah, mereka pun kembali kepada Quraiys.

Budail dan kawan-kawannya meyakinkan Quraisy, agar membiarkan saja Rasulullah dan sahabat-sahabatnya mengunjungi Baitullah. Namun mereka malah dituduh bersekongkol oleh Quraisy. Kemudian Quraisy mengutus orang lain, yaitu sekutunya dari golongan Ahabisy.

Ahabisy ialah perkampungan di pegunungan—sebuah kabilah Arab ahli pelempar panah. Dinamakan demikian, karena warna kulit mereka yang hitam atau karena sifatnya yang mengelompok, atau juga dihubungkan pada Hubsy, nama sebuah gunung di hilir Makkah.

Maka berangkatlah Hulais, pemimpin Ahabisy, menuju perkemahan Muslimin. Tatkala Rasulullah melihatnya datang, beliau meminta supaya ternak-ternak kurban itu dilepaskan agar dilihat sendiri oleh Hulais. Sebagai bukti nyata bahwa orang-orang hendak diperangi oleh Quraisy itu tidak lain dari orang-orang yang datang hendak berziarah ke Baitullah.

Hulais dapat menyaksikan sendiri adanya ternak kurban yang tujuh puluh ekor tersebut, berjalan beriringan dari tengah wadi dengan bulu yang sudah rontok. Ia merasa sangat terharu melihat pemandangan itu. Dalam hatinya timbul semangat keagamaannya. Ia yakin bahwa dalam hal ini pihak Quraisylah yang berlaku kejam terhadap mereka, yang datang bukan untuk berperang atau mencari permusuhan.

Ia kembali kepada Quraisy tanpa menemui Rasulullah lagi. Diceritakannya kepada mereka apa yang telah dilihatnya. Tetapi begitu mendengar ceritanya itu, Quraisy naik pitam. "Duduklah!" kata mereka kepada Hulais. "Engkau ini Arab Badui yang tidak tahu apa-apa."

Mendengar itu Hulais naik pitam. Ia memperingatkan bahwa persekutuannya dengan Quraisy bukan untuk merintangi orang berziarah ke Rumah Suci. Siapa saja yang datang berziarah diperbolehkan, dan tidak semestinya dicegah. Ahabisy pun bersiap-sipa hendak kembali ke Makkah.

Khawatir dengan kemarahan Ahabisy itu, Quraisy mencoba membujuknya dan memintanya jangan pergi, sampai mereka dapat memikirkan langkah selanjutnya. Quraisy kemudian kembali mengutus orang yang dianggap bijaksana dan meyakinkan; Urwah bin Mas'ud Ats-Tsaqafi.

Urwah pun berangkat menemui Rasulullah. Ia mengatakan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bahwa Makkah juga tanah tumpah darahnya yang harus dipertahankan. Kalau sampai dirusak, yang akan menderita adalah penduduk yang tinggal di tempat itu, juga kaum Quraisy. Suatu hal yang juga tidak diinginkan oleh Rasulullah, sekalipun antara dia dengan Quraisy terjadi perang terbuka.

Urwah pulang kembali setelah mendapat keterangan Rasulullah, sama seperti yang diberikan kepada utusan-utusan yang datang sebelumnya. Bahwa kedatangannya bukan hendak berperang, melainkan hendak mengagungkan Baitullah, menunaikan kewajiban kepada Allah.

"Saudara-saudara," kata Urwah. "Aku sudah pernah bertemu dengan Kisra, dengan kaisar dan dengan Negus di kerajaan mereka masing-masing. Tetapi belum pernah aku melihat seorang raja dengan rakyatnya seperti Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu. Begitu ia hendak mengambil wuduh, sahabat-sahabatnya sudah lebih dulu bergegas mengambilkan air. Begitu mereka melihat ada rambutnya yang jatuh, cepat-cepat pula mereka mengambilnya. Mereka takkan menyerahkannya bagaimanapun juga. Pikirkanlah kembali baik-baik!"


 singkat cerita, kedua belah pihak pun , kaum Muslimin dan kaum Quraisy memikirkan cara mencapai kesepakatan dengan cara tukar menukar utusan. Karena niat kaum muslimin tidak lain untuk beribadah. Namun seiring dengan proses itu, beberapa orang yang tidak bertanggungjawab dari pihak Quraisy malam-malam keluar dan melempari kemah Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam dengan batu. Jumlah mereka hingga 40 atau 50 orang, dengan maksud hendak menyerang sahabat-sahabat Rasulullah.

Namun mereka kemudian tertangkap basah, lalu dibawa kepada Nabi. Tahukah apa yang dilakukan Rasulullah? Beliau memaafkan dan membebaskan mereka, sebagai pertanda bahwa beliau ingin menempuh jalan damai dan menghormati bulan suci. Supaya tidak ada pertumpahan darah di Hudaibiyah, yang juga termasuk daerah suci Makkah.

Melihat hal itu, pihak Quraisy makin malu. Karena tuduhan mereka bahwa kaum muslimin ingin menyerang Mekkah, adalah bohong.

Nabi mengutus Utsman bin Affan radliyallahu 'anhu lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah dibunuh. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam juga merasa khawatir jika Quraisy telah berkhianat dan membunuh Utsman di bulan suci itu. Beliau berkata kepada para sahabat, "Kita tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum kita dapat menghadapi mereka."

Karena itu Nabi mengajak agar kamu muslimin melakukan bai'ah (janji setia) kepada beliau. merekapun Mengadakan janji setia kepada Nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Tidak beranjak sampai mati sekalipun. Perjanjian setia ini telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat al-Fath, karena itu disebut Bai'atur Ridwan. Bai'atur Ridwan ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk Mengadakan Perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian Hudaibiyah.

Kemudian Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam membaiat Utsman radliyallahu 'anhu dengan menepukkan sebelah tangannya ke tangan yang lain, maka berkata para sahabat, “Beruntung sekali putranya Affan bisa thawaf di Makkah sedangkan kami di sini.” Maka bersabda Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam, “Kalau seandainya dia pergi untuk ini dan ini adalah sunnah niscaya dia tidak akan thawaf sehingga Aku yang memulainya.”

Dan memang Utsman bin Affan di Mekkah memang tidak melakukan thowaf, beliau berkata pada kaum Quraisy kala mereka mempersilakan Utsman thawaf, "Aku tidak akan melakukannya sebelum Rasulullah berthawaf. Kedatangan kami kemari hanya untuk berziarah ke Baitullah, memuliakannya, dan menunaikan kewajiban ibadah di tempat ini. Kami telah datang membawa binatang kurban, setelah disembelih kami pun akan kembali pulang dengan aman."

Subhanallah…

Begitulah Pada ayat 18 Alloh Ta'ala mengabarkan keridhaan-Nya kepada orang mukmin yang ikut berbaiat kepada Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam di bawah pohon(Baiturridhwan) , sehingga dengan baiat itu terbukti di hadapan Alloh Ta'ala akan kejujuran, keteguhan iman para shohabat, dan sehingga turunlah dari Allah Ta'ala yakni sakinah dan ketenangan bagi mereka serta Allah Ta'ala menjanjikan akan datangnya Fathan Qoriiba, baik perjanjian Hudaibiyah tsb, kemudian kemenangan terus menerus sampai fathul Khoibar dan fathul Makkah hingga seluruh negeri yang ditaklukkan. Hidup mulia

“Serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al Fath : 19)

Subhanallah...

Begitulah janji Allah tentang pertolongan, ketenangan, kemenangan dan kesenangan bagi kaum beriman yang jujur dalam keimanan , akhlak yang penuh kemuliaan , teguh dalam pendirian, dan tidak mundur dalam perjuangan.

Mari  kita merenungkan kisah ini dan berdoa semoga Allah senantiasa memperbaiki keadaan kita, Meneguhkan Iman dan Istiqomahkan kita di jalan kebaikan. Mencintai Nabi dan para sahabat.

Dan Semoga Allah meridhoi kita.

Aamiin

Laa Haula wa Laa Quwwata Illa Billah

Wallahu’alam
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar