Jumat, 26 April 2013

zina : tidak melakukan dan mendekatkan serta tidak sembarang menuduhkan


Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Ummu Mahzul, seorang wanita pezina, akan dikawini oleh seorang sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam. Maka turunlah ayat 3 surah an-Nur yang menjelaskan bahwa seorang wanita pezina haram dikawin kecuali oleh pezina lagi atau orang yang musyrik.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Mazid biasa mengangkut barang dagangannya dari al-Anbar ke Mekkah untuk dijual di sana. Ia bertemu kembali dengan kawannya, seorang wanita bernama ‘Anaq (wanita pezina). Mazid meminta izin kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam untuk mengawininya. Akan tetapi beliau tidak menjawabnya, sehingga turunlah ayat 3 surah an-Nur. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Hai Mazid! Seorang pezina tidak akan mengawini kecuali pezina pula. Oleh karena itu janganlah engkau menikah dengannya.”


Dalam riwayat lain dikemukakan, karena Allah Mengharamkan zina, di sekitar mereka banyak wanita pezina yang cantik-cantik. Berkatalah orang-orang pada saat itu: “Janganlah dibiarkan mereka pergi, dan biarkanlah mereka kawin.” Maka turunlah ayat 3 yang menegaskan bahwa wanita pezina hanyalah dikawini oleh laki-laki pezina atau laki-laki musyrik.

Masya Allah..

Pria pezina tak boleh menikah kecuali dengan wanita pezina atau dengan wanita musyrik. Begitu pula sebaliknya.

Allah mengharamkan pernikahan seperti ini bagi orang-orang beriman. Oleh karena itu, pernikahan dengan wanita pezina atau pria pezina diharamkan sampai pezina itu bertobat.

Subhanallah..
Karena itu setiap pribadi , wanita maupun pria beriman mesti memperhatikan masalah ini dengan sungguh. Terutama wanita, karena umumnya pria dilihat dari masa depannya, sedang wanita dilihat dari masa lalunya.

Apalagi bagi yang ‘sudah terlanjur’ ‘mendekati zina’, pacaran dsb. hendaknya disadari bahwa memang tidak semua pacaran berakhir zina, tetapi hampir semua zina berawal dari pacaran. Karena wanita pezina seolah tiada berharga lagi, kecuali yang bertobat.

Selain itu, mukmin bukanlah orang yang sembarangan menuduh zina orang lain.

Orang yang qadzaf (menuduh wanita berzina) tanpa punya 4 saksi yang adil maka hukumannya ialah 80 kali cambukan sebagai sanksi qadzaf. Dan tidak akan pernah diterima kesaksiannya selama-lamanya. Kecuali ia bertobat, menyesali dan menarik kembali tuduhannya.

Sedangkan suami yang menuduh istrinya berzina (Li’an), namun tidak punya saksi yang adil maka ia harus bersumpah sebanyak 4 kali di depan hakim dengan mengucapkan “Aku bersaksi bahwa sesungguhnya aku adalah orang yang jujur atas tuduhan zina yang aku lontarkan.” Selain itu, sumpah kelima adalah mendoakan diri mereka sendiri. Apabila berdusta dalam tuduhannya maka laknat Allah akan menimpa dirinya.

Masya Allah masalah zina merupakan masalah berat, bahkan menurut Imam Ahmad , masalah ini terbesar kedua setelah masalah pembunuhan. Karena itu, setiap orang beriman memperhatikan sangat masalah ini.

Seorang mukmin/ah menjauhi zina.

Juga ia tidak sembarang menuduh zina, ia tidak akan percaya dengan “survey-survey Qadzaf” tanpa bukti dan saksi, seperti lebih dari 50 % wanita kota medan tidak perawan lagi dsb, karena kemuliaaan wanita sangat dijunjung Islam. Dalam menuduh seseorang itu berzina mesti punya bukti dan minimal 4 saksi. Teringat kisah pada masa Imam Malik dalam kisah meninggalnya seorang wanita yang ‘sudah terkenal’ sebagai pezina. Saat perawat jenazah memandikan si mayit. Tatkala membasuh bagian kemaluan mayat, perawat memukul dan menggerutukan serapah : “Duhai, sudah berapa kali kau pakai mendurhakai Allah!”

Namun, apa yang terjadi, tangan si pemukul melekat di kemaluan jenazah.

Singkat cerita, dibawalah ke Imam Malik, alhasil wanita pemukul tersebut dikenai hukum qadzaf , didera 80 kali, begitu tunai, dengan kekuasaan Allah, lepaslah tangannya..

Subhanallah..

Semoga Allah menjauhkan kita dari zina dan tidak sembarang menuduh zina.

Aamiin

Wallahu’alam
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar