Minggu, 28 April 2013

beberapa akhlak sosial dalam Islam


Subhanallah Walhamdulillah wa Laa ilaha illAllah wAllahu Akbar

Islam berisi ajaran-ajaran yang penuh dengan akhlak mulia, termasuk di dalamnya berakhlak dalam memasuki rumah orang lain. Orang beriman jika ingin masuk ke rumah orang lain, harus meminta izin terlebih dahulu dan mengucap salam kepada penghuni rumah.

“Assalamu’alaikum, apakah boleh saya masuk?”


Asbabun Nuzul ayat 27 surah An-Nuur ialah tatkala seorang wanita Ansar mengadu kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam: “Ya Rasulullah! Aku berada di rumah dalam keadaan yang aku sendiri tidak ingin dilihat orang lain. Akan tetapi selalu saja ada laki-laki dari familiku masuk ke dalam rumahku. Apa yang harus aku lakukan?” Maka turunlah ayat yang melarang kaum Mukminin sembarangan masuk rumah orang lain sebelum meminta izin dan mengucap salam.

Begitulah,Meminta izin merupakan kebaikan, dapat menghindarkan fitnah, menyucikan hati dan menjaga kehormatan. Jika tiada orang dalam rumah yang mengizinkan untuk masuk maka dilarang untuk masuk maupun memaksa masuk. Kembali pulang. Itulah akhlak Islam.

Berbeda bila rumah tersebut merupakan rumah yang disediakan bukan untuk tempat tinggal. Itulah yang ditanyakan Abu Bakar kepada Rasulullah. “Ya Rasulullah! Bagaimana dengan pedagang-pedagang Quraisy yang hilir mudik ke Mekah, Madinah, Syam dan mereka mempunyai rumah-rumah tertentu di jalan, apakah mereka mesti meminta izin dan memberi izin dan memberi salam padahal tidak ada penghuninya?”. Maka turunlah ayat 29 yang membolehkan.

Begitulah Islam mengajarkan akhlak Mulia..

SubhanaLlah..

Selanjutnya Islam juga terdapat pedoman pergaulan antara laki-laki dan perempuan non mahrom.

Dalam ayat 30-31 ada perintah bagi pria dan wanita untuk ghadhdhul bashar dan memelihara kemaluan.

Secara bahasa, (gadh-dhul bashar) berarti menahan, mengurangi atau menundukkan pandangan. Namun bukan berarti menutup atau memejamkan mata hingga tidak melihat sama sekali. Juga bukan berarti menundukkan kepala ke tanah saja, karena bukan itu yang dimaksud. Lagipula hal seperti itu tidak akan mampu dilaksanakan. Tetapi yang dimaksud (gadh-dhul bashar) adalah menjaga pandangan dan tidak melepas kendalinya hingga menjadi liar.

"Wahai Ali, jangan kamu ikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya, karena yang pertama itu boleh (dimaafkan) sedangkan yang berikutnya tidak." (al-Hadist)

Para ulama tafsir menyebutkan bahwa kata min dalam min absharihim maknanya adalah sebagian. Hal ini menegaskan bahwa yang diharamkan oleh Allah swt hanyalah pandangan yang disengaja, sedangkan pandangan tiba-tiba tanpa sengaja adalah dimaafkan. Atau untuk menegaskan bahwa kebanyakan pandangan itu halal, yang diharamkan hanya sedikit saja. Berbeda dengan perintah memelihara kemaluan yang tidak menggunakan kata min karena semua pintu pemuasan seksual dengan kemaluan adalah haram kecuali yang diizinkan oleh syariat saja (nikah).

SubhanAllah..

Perintah menahan pandangan didahulukan dari menjaga kemaluan, karena pandangan yang haram adalah awal dari terjadinya perbuatan zina.

Ibnul Qayyim berkata bahwa pandangan mata kepada yang haram akan melahirkan lintasan pikiran, lintasan pikiran melahirkan ide, sedangkan ide memunculkan nafsu, lalu nafsu melahirkan kehendak, kemudian kehendak itu menguat hingga menjadi tekad yang kuat dan biasanya diwujudkan dalam amal perbuatan (zina).

Naudzubillah..

Khusus wanita mukminah, juga diperintahkan untuk menutupi aurat. Mereka juga diwajibkan untuk memakai kerudung (kain penutup kepala sampai ke dada).

Karena itu, mari kita bersama perbaiki diri, Allah memerintahkan dalam akhir ayat ini, tatkala Allah menyebutkan perintah ghaddul bashar dan menjaga kemaluan, Allah tutup dengan perintah taubat. Pencantuman kata “semua” seakan-akan memberi isyarat bahwa nyaris tidak ada satu orang pun yang benar-benar selamat dari dosa ini.

Karena itu, jangan ragu untuk mulai perbaiki diri. Ini dosa umum, hampir semua kita pernah mengalaminya, yang terpenting bagaimana ke depan kita memperbaikinya..

Memulai untuk saling jaga pandangan dan menjauhi hal-hal mengarah pada perzinaan, yang wanita menggunakan kerudung, yang menjulur sampai ke menutupi dada.

Alangkah indah, masyarakat yang terbentuk karena mengikuti petunjuk dalam ayat-ayat surah an-Nur ini..

Subhanallah Walhamdulillah wa Laa ilaha illAllah wAllahu Akbar

Untuk menjaga diri dan masyarakat dari perzinaan maka dalam Islam pun dianjurkan pernikahan.

Mungkin beberapa ungkapan yang dapat dibaca dalam hal ini, (yang tidak saya komentari , secara saya pun belum menikah :>> )

'Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).' (al-Hadist)

"Ada tiga golongan yang pasti akan ditolong oleh Allah; seorang budak yang ingin menebus dirinya dengan mencicil kepada tuannya, orang yang menikah karena ingin memelihara kesucian, dan pejuang di jalan Allah.” (al-Hadist)

"Nikahlah dengan gadis perawan; sebab mereka itu lebih manis bibirnya, lebih subur rahimnya, dan lebih ridha dengan yang sedikit." (al-Hadist)

“ Patuhilah Allah dalam apa apa yang Dia telah perintahkan padamu untuk menikah. Dia akan memenuhi janjiNya untuk membuatmu kaya.” (Abu Bakar Ash Shiddiq)

“ Carilah kekayaan lewat pernikahan ! aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih aneh daripada seorang laki laki yang tidak mencari kekayaan lewat pernikahan. Padahal Allah telah menjanjikan “…Jika mereka miskin, maka Allah akan mengumpulkan mereka dengan karuniaNya “(Umar bin Khattab)

“Temukanlah kekayaan dengan menikah.” (Abdullah bin Mas’ud)

‘Abdullah bin Mas’ud berkata: "Seandainya aku tahu bahwa ajalku tinggal 10 hari lagi, niscaya aku ingin pada malam-malam yang tersisa tersebut seorang isteri tidak berpisah dariku."

Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu berkata kepada seseorang yang belum menikah padahal ia sudah layak menikah (tidak ada lagi penghalang menikah baginya dan tidak ada target yang lebih penting dari menikah untuk sementara),
“Tidak ada yang menghalangimu menikah kecuali kelemahan (lemah syahwat) atau kemaksiatan (ahli maksiat)”

Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,
“Seandainya aku tahu bahwa ajalku tinggal sepuluh hari lagi, dan aku mempunyai kemampuan menikah, maka aku akan menikah. Karena aku tidak suka bertemu dengan Allah dalam keadaan membujang.”

Thawus (seorang tabi’in) rahimahullah berkata, “Tidaklah sempurna ibadah seorang pemuda sampai ia menikah.”

Semoga Allah membuat kita menjadi insan yang ghadhdhul basher serta memudahkan langkah untuk menikah…

Aamiin

Wallahu’alam
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar