Subhanallah…
Banyak riwayat mengenai asbabun nuzul surah al-Kautsar ini, antara lain
Dalam
suatu riwayat dikemukakan, ketika Ka’b bin al-Asyraf (tokoh Yahudi)
datang ke Mekkah, kaum Quraisy berkata kepadanya : “Tuan adalah pemimpin
orang Madinah. Bagaimana pendapat tuan tentang si pura-pura sabar yang
diasingkan oleh kaumnya, yang menganggap dirinya lebih mulia daripada
kami, padahal kami adalah penyambut orang-orang yang melaksanakan haji,
pemberi minumnya, serta penjaga Ka’bah?” Ka’b berkata : “Kalian lebih
mulia daripada dia.” Maka turunlah ayat 3 surah al-Kautsar yang
membantah ucapan mereka.
Dalam
riwayat lain dikemukakan, ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam,
diberi wahyu, kaum Quraisy berkata : “Terputuslah hubungan Muhammad
dengan kita.” Maka turunlah ayat 3 surah al-Kautsar sebagai bantahan
atas ucapan mereka.
Dalam
riwayat lain dikemukakan bahwa kaum Quraisy menganggap kematian anak
laki-laki itu berarti putus keturunan. Ketika putra Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa salam meninggal, al-‘Ashi bin Wa-il mengatakan
bahwa keturunan Muhammad telah terputus. Maka turunlah ayat 3 sebagai
bantahan terhadap ucapannya itu..
Dalam
riwayat lain dikemukakan bahwa ayat 3 turun berkenaan dengan al-‘Ashi
bin Wa’il yang berkata : “Aku membenci Muhammad”. Ayat itu turun sebagai
penegasan bahwa orang yang membenci Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
salam akan terputus kebaikannya.
Dalam
riwayat lain dikemukakan, ketika Ibrahim, putra Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasalam wafat, orang-orang musyrik berkata satu sama lain :
“Orang murtad itu (Muhammad) telah terputus keturunannya tadi malam.”
Allah Menurunkan ayat 1-3 yang membantah ucapan mereka.
Dalam
riwayat lain dikemukakan bahwa ‘Uqbah bin Abi Mu’aith berkata : “Tidak
ada seorang pun anak laki-laki Nabi yang hidup sehingga keturunannnya
terputus.” Ayat 3 turun sebagai bantahan ucapan itu…
Dalam
riwayat dikemukakan, ketika Ibrahim,putra Rasulullah wafat, kaum
Quraisy berkata : “Sekarang Muhammad menjadi abtar (terputus
keturunannya).” Hal ini menyebabkan Nabi bersedih hati. Maka turunlah
ayat 1-3 surah al-Kautsar.
Subhanallah…
Putus
dan pupus sejati itu pada hakikatnya ialah saat tidak taat kepada Allah
, tidak mengikuti Rasulullah malah membenci Nabi, membenci yang
dibawanya. Saat diri ini berhenti dari berbuat kebaikan perbaikan di
situlah letak ‘keterputusan’. Kala hidup seseorang hanya terisi
kebencian, di situlah pupus kehidupannya.
Imam
ar-Razi kala mentadabburi ayat ke 3 surah al-Kautsar mengatakan “Allah
menyebutnya sebagai pembenci. Jadi seolah-olah Allah berfirman : “Orang
yang membencimu ini tidak bisa berbuat apa-apa selain membencimu. Dan
apabila orang yang benci itu tidak bisa melakukan sesuatu yang menyakiti
orang yang dibencinya maka hatinya akan dibakar amarah dan dengki. Lalu
rasa permusuhan itu akan menjadi pemicu utama munculnya malapetaka pada
diri musuh tersebut.”
Sedangkan
Ibnu Taimiyah kala mentadabburi ayat ke 3 surah al-Kautsar mengatakan,
“Berhati-hatilah Bung! Jangan sampai anda membenci sesuatu yang dibawa
oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam atau menolaknya demi
menuruti hawa nafsu anda, membela madzhab atau guru anda, atau
melindungi kesibukan anda dalam mengumbar syahwat atau mrngumpulkan
dunia. Karena Allah tidak mewajibkan kepada siapapun untuk taat kepada
seseorang selain kepada Rasul-Nya.”
Dari
berbagai riwayat, dapat kita ambil hikmah tentang bahwa ketiadaan anak
lelaki bukan berarti putus semua harapan kebaikan. Dan juga bahwa anak
perempuan ternyata punya status mulia juga seperti anak lelaki.
Menurut
tafsir Abubakar bin ‘Iyassy dan Yaman bin Ri-ab bahwa nikmat yang
banyak (al-Kautsar) dapat bermakna “banyak shahabatnya, banyak ummatnya,
dan banyak pengikutnya.”
Subhanallah..
Karena itu Nabi senantiasa memotivasi ummatnya untuk banyak anak. Ia bangga punya ummat banyak di akhirat.
Dan... di telaga bernama “al-Kautsar”, beliau menunggu ummatnya...
Subhanallah
Semoga kita termasuk ummat beliau yang beliau shalallahu ‘alaihi wa salam tunggu di telaga al-Kautsar.. Aamiin
Selain
itu, Abu’l Fadhl al-“Arudhiy menafsirkan bahwa al-Kautsar berarti
beliau mendapat keturunan yang banyak dan mulia dari anak perempuan,
yakni keturunan Fatimah.
Subhanallah..
Mengenai
“anak” dan “kebaikan”, jadi teringat hadits 3 amal jariah bila orang
telah mati, yang salah satunya “waladun sholih”. Ada yang perlu
diluruskan bahwa Ternyata walad tak hanya berarti anak kandung.
Banyak
orang menganggap bahwa anak tiri, anak angkat, anak asuh, tidak
termasuk didalamnya, hanya anak kandung-lah yang dapat menjadi amal
jariyah. Pendapat itu dilandasi dari kurang bisa membeda kan lafadz
(kata) waladun (وَلَدٌ ) dan ibnun (اِبْنٌ). Ibnun ialah anak kandung
sedang waladun adalah anak kecil, umurnya dibawah 12 tahun dan bersifat
ummum, anaknya siapa saja, termasuk waladun. Ibnun pun bagian dari
waladun. Jadi waladun mencakup ibnun dan yang lain, jika disebut ibnun,
tidak termasuk yang lain. Sedang Nabi menyatakan, yang akan menjadi amal
jariyah itu waladun, bukan terbatas ibnun. Jika anak itu dipimpin sejak
umur anak (dibawah 12 th) waladun itu akan menjadi amal jariyah, baik
anak kandung, dan anak tiri, anak angkat, juga anak asuh. Anak sesudah
umur 12 tahun pun bisa menjadi amal jariyah, ilmu dan shodaqoh saja
dapat menjadi amal jariyah apalagi jasa pengasuhan yang berhasil,
pahalanya akan lebih besar. Menunjukkan kebaikan saja, pahalanya sama
dengan yang menga malkannya. Apalagi mengasuhnya. Jariah mengasuh anak
itu ada tiga, a. Biaya hidup anak itu, b. Memimpin anak itu menjadi
sholeh (berilmu), c. Do`a anak itu untuk orang tua pengasuhnya. Jadi
ortu yang ditaqdirkan Allah tidak punya anak kandung , punya harapan
warisan saldo kebaikan dari anak angkat atau asuhnya… begitupula banyak
peluang selain dari anak kandung yakni dengan membina anak-anak meski
bukan anak kandung menjadi sholih sehingga mereka dapat mendoakan kita.
Subhanallah…
Ada hikmah lain sdrku?