Kehidupan dunia hanya permainan yang menyibukkan anggota badan, meletihkan, perhiasan yang menipu mata serta membuat hati lalai dan lupa. Dunia arena berbangga-bangga, saling berlomba mendapat pujian, saling sikut menyikut mendapat penghargaan.
Dunia sementara, sesiapa yang terlekat padanya akan semenjana, bak air hujan yang menumbuhkan tanaman hijau yang mengagumkan mata para petani, namun tetiba layu dan kering, menguning, pecah dan hancur. Begitulah dunia dengan segenap gemerlap dan hiasannya, perkumpulannya, limpahan hartanya, kesenangan hidupnya. Semua menipu, Tetiba musnah semua, tiba perpisahan, terbalik keadaan, atau berubah zaman.
Begitulah dunia bagi sesiapa yang mengutamakannya, bekerja untuknya. Dunia hanya kesenangan menipu dan perhiasan memperdaya.
Dan di hari Kiamat ditambah pula pedihnya siksa bagi penggila dunia, ironis, siksa sebagai tambahan atas hilangnya dunia mereka.
Namun Di Akhirat pula, Allah sediakan maghfirah-Nya dan keridhaan-Nya tentunya bagi manusia yang memanfaatkan dunia buat akhirat, Allah sediakan kesenangan untuk sesiapa yang taat.
Karena itu, mari berlomba dalam beramal sholeh, bersungguh dalam taat, serius dalam perbaikan kebaikan, mencari ampunan dengan bertobat dan meninggalkan dosa, agar Allah jadikan surga sebagai tempat kembali kita. Sungguh, tiada kehidupan sejati selain akhirat. Dan menurut Sayyidina Ali, kita diciptakan (hakiki) untuk akhirat yang abadi, bukan dunia yang nisbi.
“Ketahuilah, kamu diciptakan untuk akhirat, bukan untuk dunia.” (Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu)
Karena itu, dalam setiap ayat berkenaan dengan ‘kerjaan’ dunia , dalam al-Quran menggunakan kalimat ‘santai’. Namun bila berkenaan untuk akhirat, maka digunakan kalimat ‘bergegas’, ‘segera’. Contohnya kata ‘sabiqu..’ dalam ayat 21 surah al-Hadid. Santai saja dalam urusan dunia, tidak usah terburu dan bernafsu yang akibatkan tertipu. Namun, segeralah untuk mengamankan akhirat dengan taat.
“Demi Dzat yang menguasai jiwaku, sesungguhnya dunia itu lebih hina bagi Allah daripada kambing ini bagi pemiliknya. Seandainya dunia itu seimbang di sisi Allah dengan sayap seekor nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberikan minum kepada orang kafir dari dunia seteguk air pun.” (al-Hadist)
“Dunia ini dibanding akhirat tiada lain hanyalah seperti jika seseorang di antara kalian mencelupkan jarinya ke lautan, maka hendaklah dia melihat air yang menempel di jarinya setelah dia menariknya kembali.” (al-Hadist)
“Dunia bukan tempat tinggal yang langgeng (tetap) sebagaimana ombak tidak ada yang tetap, maka mana mungkin jiwa akan tenteram padanya? Mungkinkah manusia membuat rumah untuk dirinya di atas ombak laut?” (Nabi Isa ‘alaihissalam)
Subhanallah..
Dan, terhadap setiap musibah yang dialami di dunia, jangan terlampau bersedih. Segalanya sudah ditakdirkan oleh-Nya, bahkan sebelum terjadinya. Jangan terlalu berduka cita atas penyakit, atas kehilangan adik atau keluarga, atas kehilangan harta dsb. Serta jangan terlalu sombong atas apa yang kita rasa kita punya. Sebab itu juga takdir-Nya, segala yang ada merupakan karunia-Nya.
Sungguh, Allah tak suka pada orang yang bangga akan dirinya, tak terima akan takdir-Nya, sombong pada orang lain, bangga dengan akal dan lisannya. Tapi Allah suka ada orang yang beriman pada taqdir-Nya, pasrah serahkan urusan pada-Nya, ridha akan keputusan-Nya serta Allah suka pada sesiapa yang rendah hatinya dan tunduk pada-Nya.
Semoga Allah menjadikan kita insan yang berhasrat pada akhirat. Semoga kehidupan dunia tidak membuat kita terlena. Semoga kita ridho atas takdir-Nya.