Senin, 07 Desember 2015

Karakter Muslim Modern

(terbit di Harian Mimbar Umum, Medan, Sumut)

Islam merupakan agama eternal dan universal. Nilai-nilai yang dikandungnya tidak akan pernah mengenal yang namanya fase using. Bahkan Islam hadir sebagai pemelihara zaman. Islam ialah agama yang senantiasa akomodatif terhadap perubahan zaman. Sesungguhnya tinggal bagaimana pemeluknya saja yang mengimplementasikan dalam realitas kehidupan.

Di era modern saat ini, signifikansi nilai-nilai Islam akan terlihat bilamana pola pikir, perilaku maupun karakter dari tiap pribadi muslim ‘direfresh’ hingga menjadi segar kembali. Hal ini juga mesti dilakukan demi menanggulangi mewabahnya Islam Liberal dan Islamophobia. Menurut Yusuf Qardhawi,  ada beberapa point yang ‘diangkat’ yang dapat dijadikan pegangan bagi tiap muslim di era modern yaitu :


Pertama, Beriman kepada Allah tetapi tidak mengabaikan urusan kemanusiaan. Seringkali muslim tidak memberikan ‘porsi’ yang semestinya kepada masalah kemanusiaan. Padahal sejak wahyu pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw manusia disebut dua kali. Bahkan bisa dikatakan bahwa al-Quran membahas terma-terma yang diperuntukkan untuk manusia dan kemanusiaan itu sendiri. Oleh karena itu, muslim modern harus memberikan porsi kepada masalah-masalah kemanusiaan. Hingga Islam dapat dijadikan solusi atas masalah-masalah kemanusiaan seperti kebodohan, penderitaan, kebingungan dan keputusasaan dsb.

Kedua, Beriman kepada wahyu tidak menafikan potensi akal. Muslim di era modern haruslah tidak taklid buta dan menafikan potensi akal, hingga mematikan potensi akal, sehingga banyak terdapat pengkultusan ulama, khurafat yang tersebar dan masalh-masalah lain. Akal mesti dikembangkan potensinya hingga muncul ilmuwan-ilmuwan muslim seperti Fakhrur Razi, Ibnu Rasyid dll.

Ketiga, Menyeru kepada hati  tidak abai materi. Islam menyatukan kebutuhan rohani dan materi, akhirat dan dunia. Hal yang kerap dilupakan atau diabaikan dalam beragama ialah pengabaian materi karena dianggap kotor. Padahal sebenarnya Rasulullah Saw membangun peradaban Islam yang begitu agung di muka bumi juga/ dunia. Oleh sebab itu, sudah selayaknya muslim jangan melupakan dimensi materi untuk bangkit dari keterpurukannya dan segera menyongsong masa yang gemilang.

Keempat, Ritual Formal tanpa melupakan nilai-nilai moral. Seseorang yang menunaikan sholat, puasa, haji dan umroh jika tidak memilki nilai-nilai akhlak maka tidak bermanfaat ibadahnya itu. (QS al-Ma’un (107) : 1-7). Jadi, muslim di era modern senantiasa menjaga ritus-ritus formal yang merupakan hak Allah terhadap hamba-hamba-Nya dengan tetap memperhatikan nilai-nilai akhlak yang menjadi bukti dan buah dari keimanan sekaligus cirri diterimanya amal.

Kelima, Memperkuat Iman, tetap Bersikap Toleran dan Menebar Cinta. Muslim modern hendaknya mewaspadai sikap-sikap fanatis yang bisa mengantarkan kepada kebencian, cenderung membenci seluruh manusia bahkan untuk orang-orang Islam yang berbeda pemikiran dan pendapat dengan mereka sekalipun mereka masih menyembunyikan rasa benci dan permusuhan tersebut. Tetapi ini tak berarti kita harus mengabaikan akidah dan bersifat sinkretis. Justru, atas nama akidah, keyakinan dan wahyu hendaknya muslim menebar sikap toleran dengan orang-orang yang berbeda dengan kita. Sebagaimana ungkapan Hasan al-Banna “Kami akan memerangi seluruh manusia dengan cinta dan bukan dengan pedang!!”

 Keenam, Menuju Idealitas tidak mengabaikan Realitas. Ajaran Islam tidak memperlakukan manusia sebagai malaikat. Tetapi sebagai makhluk yang butuh makan, minum, kebutuhan biologis, jalan-jalan dll. Karena itu jangan berputus asa atas rahmat Allah. Namun, Islam juga tidak bisa membiarkan kesewenang-wenangan. Islam ialah solusi dari berbagai ‘penyakit’ yang tumbuh liar.  Oleh karena itu, muslim di era modern haruslah mengenal kondisi realitas umat Islam saat ini sembari tetap menuju kepada tujuan ideal meski untuk meraih itu perlu sebuah proses dan tahapan.

Ketujuh, Bekerja keras, tidak lupa hiburan dan rekreasi. Ajaran Islam tidaklah menghendaki hidup yang terlalu serius,tidak memperkenankan hati istirahat. Yang mesti dihindari ialah hiburan yang hanya dijadikan kedok untuk perbuatan maksiat yang tidak berdiri di atas nilai-nilai syar’I dan akhlak.

Kedelapan, Universal, memperdulikan budaya lokal. Muslim Modern tidak bisa terlena dengan isu internasional sementara pada saat yang sama mengabaikan problem-problem nasional di negeri sendiri. Juga tidak boleh juga tersita oleh berbagai persoalan local hingga abai terhadap isu-isu dunia terutama dari perusakan alam, lingkungan dan kemanusiaan. Namun, yang diharapkan ialah memperdulikan dua kepentingan di atas secara bersamaan.

Kesembilan, Mengusung Perubahan, namun Tetap Teguh pada Nilai. Muslim modern menghindar dari jumud (ghulat) dan kebablasan (tafrith). Tidak jumud/ kaku namun juga tidak menjadi penafsir yang membolehkan segala hal yang menurut mereka halal tanpa berpegang pada kaidah, kode etik maupun dasar al-Qur’an dan Sunnah.

Kesepuluh, Menyambut Masa Depan, Tidak Menolak Masa Lalu. Muslim  selayaknya tidak terkungkung dalam kerangkeng masa lalu sehingga gelap dalam menatap masa depan. Islam mengharuskan untuk mempelajari masa depan dan merancang sejak dini. Al-Qur’an juga bicara masa depan. Rasulullah saw banyak menyampaikan ‘syarat-syarat Hari Kiamat’ , ‘ Fitnah-fitnah’ dll. Itu menandakan pentingnya masa depan dan penting untuk mempersiapkannya.

 Kesebelas, Mudah, Berita Gembira dalam Dakwah. Di antara beberapa tuduhan kelemahan agama adalah di anataranya sikap keras dan menyulitkan. Agama seolah belenggu yang banyak mengekang kehidupan. Padahal sebenarnya tidak demikian. Ajaran Islam menuntut kita agar mampu mengutamakan prinsip keringanan dan mengedepankan pesan-pesan yang menghibur dan menggembirakan. Tidak ada kemudahan bagi orang-orang yang menyulitkan diri sendiri.

 Kedua belas, Ijtihad tidak melampaui ketetapan. Menjadi muslim di era modern hendaknya tidak mencaci orang-orang yang mengusung pemikiran tentang pembaruan. Namun,tidak juga cenderung membolehkan segala hal dan menghalalkan apa yang jelas-jelas terlarang. 


Ketiga Belas, I’m Not Terorist but I’m Mujaheed. Tepatnya Jihad dalam dakwah, jihad dalam sabar dan teguh, mencari nafkah, membangun pendidikan dan perkonomian ummat dan sebagainya. Itulah sedikitnya point-point yang dapat dijadikan bahan ingatan dalam mengarungi era modern yang kerap memojokkan Islam. Point-point tersebut sebenarnya merupakan nilai-nilai Islam yang kerap terlupa oleh pribadi-pribadi muslim. Wallahua’lam.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar