Sabtu, 01 November 2014

Belajar Dari Cermin



Oleh : Islahuddin Panggabean


Masyarakat secara sederhana dapat diartikan ialah sekumpulan orang yang memiliki hubungan tetap.  Ajaran Islam menghendaki masyarakat yang ideal dalam aspek moralitas. Karena itu, setiap pribadi muslim diwajibkan untuk memperbaiki kualitas dan moralitas pribadi sehingga orang lain atau masyarakat dapat meneladani kebaikannya. Sehingga dengan pribadi-pribadi baik dan bermoral akan terciptalah masyarakat yang islami.  

Mengenai hal ini, dalam sebuah riwayat dari Imam Ath-Thabrani yang berasal dari Sahabat Nabi. Anas bin Malik ra. Bahwa Nabi bersabda, “Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin yang lain” (Hadist ini dinilai hasan oleh Imam As-Suyuthi dalam kitab Al-Jami’ush Shaghir). Sepertinya pribadi seperti cermin ini adalah pribadi yang ingin dibentuk Nabi. Yakni Pribadi yang dengan keteladanan yang diberikan dapat memotivasi orang lain untuk berbenah diri. Seperti cermin yang mendorong sesiapa yang berdiri di depannya untuk merapikan diri.

Setidaknya ada beberapa hikmah dan pelajaran berharga serta konsekuensi yang dapat dipetik dari perumpamaan “seorang mukmin bagaikan cermin.” Pertama,  seorang mukmin harus menjadi teladan kebaikan bagi mukmin lain. Sebab orang lain akan melihat dan memperhatikan serta meniru sifat, perkataan maupun perbuatannya. Bila ia menginspirasikan kebaikan, maka tentunya pahala jariah didapati. 

Kedua,  seorang mukmin punya tanggungjawab sosial untuk memperbaiki masyarakatnya. Ia harus selalu mendatangkan perubahan yang baik bagi mereka. Layaknya cermin yang selalu membawa perubahan bagi siapa yang berdiri di depannya, membuat mereka merapikan apa yang masih acak-acakan, membersihkan kotoran yang menempel pada diri. Terlihat dari bayangan yang timbul dari cermin.

Ketiga, menyadari bahwa sebagaimana cermin ia bisa mempengaruhi dan dipengaruhi orang lain. Orang beriman saling menjadi cerminan. Bila yang di depan cermin baik penampilan, maka bayangan yang timbul pastinya juga indah. Namun bila yang bercermin buruk rupa, bayangan cermin tentu sama. Karena itulah, seorang mukmin senantiasa menjaga agar perilakunya tidak berdampak buruk pada orang lain dan juga menjaga pergaulan serta selektif memilih teman karib sebab agama seseorang sesuai dengan temannya.
Selain itu, dari cermin itu sendiri kita juga dapat belajar kebaikan, antara lain:
a.  Kualitas terbaik dari terbaik. Kaca termasuk barang yang terbuat dari pasir dari jenis terbaik bila dibandingkan dengan barang lain seperti keramik, batako. Nah, dari jenis kaca dipilih pula jenis terbaik untuk dijadikan cermin.  Begitulah kesadaran yang mesti dibangun oleh seorang mukmin. Bahwa ia dilahirkan sebagai manusia, makhluk yang dimuliakan Allah. Di antara miliaran manusia, Allah juga telah memilihnya untuk menerima anugerah iman dan Islam. Kesadaran ini tentunya melahirkan sikap izzah sebagai seorang mukmin. Dengan izzatul Islam yang bersemayam di dirinya, diharapkan pula fungsinya sebagai khoiru ummah.

b. Bermanfaat bagi semua kalangan¸ bahwa cermin merupakan kebutuhan pokok bagi yang ingin memperbaiki penampilan. Dia bisa terlihat di setiap bangunan yg menjadi tempat tinggal manusia, mulai dari kantor, hotel mewah hingga gubug reot pun ada. Begitupula seorang mukmin yang mesti menjadi sosok yang dibutuhkan semua kalangan dan menebar kemanfaatan pada semua orang tanpa membedakan. Sesuai pesan Nabi, “khoirunnas ‘anfauhum linnas”.

c. Menasihati dengan Bijak, setiap orang yang bercermin pasti akan mengikuti nasihat sang cermin. Setiap mukmin hendaknya meneladani cermin dalam memberikan nasehat dengan memperhatikan adab-adab memberi nasehat, tidak berkata kasar, tidak arogan ataupun tidak beserta niat untuk menjelek-jelekkan orang yang dinasehati. Adab terbaik dalam menasehati ialah sebagaiman becermin. Saat ingin bercermin umumnya seseorang itu akan bersembunyi demi merapikan diri. Begitupula menasehati seseorang yang terbaik adalah dengan sembunyi-sembunyi tidak menasehati di depan umum.

d. Menjaga rahasia,  Cermin selalu menjaga rahasia orang yang pernah berdiri di depannya. Ia tidak pernah membocorkan kepada pihak lain tentang jeleknya wajahnya, kusutnya pakaiannya, berantakannya make upnya dsb. Karena itu, setiap mukmin wajib menjaga rahasia saudaranya dan menutup aibnya. Sesuai sabda Nabi, “Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.” (HR Muslim)

e. Jujur, cermin tidak pernah berbohong kepada orang yang berdiri di depannya, kalau masih acak-acakan, maka ia akan memperlihatkan bayangan yang acak-acakan pula, kalau rapi, maka bayangan pun akan rapi. Seorang mukmin senantiasa jujur kepada siapapun dan berada di manapun, kecuali hal-hal yang dibolehkan syariat seperti saat berperang, mendamaikan dua orang yang terlibat perseteruan dan membahagiakan istri.

f. membutuhkan orang lain untuk menjaga dan membersihkan, meskipun cermin memiliki sifat kebaikan, ia juga punya kekurangan. Ia akan pecah kalau tidak dilindungi, ia akan berdebu kalau tidak dibersihkan secara rutin. Jadi sehebat apapun orang mukmin, ia tetap memerlukan orang lain. Ia butuh hidup di lingkungan orang-orang sholih. “Hendaknya kamu senantiasa komitmen terhadap jamaah, karena setan akan bersama orang yang sendirian dan dari dua orang (atau lebih banyak) ia akan lebih jauh.” (HR Ahmad)


Orang beriman ialah manusia yang mengambil hikmah walau darimana saja datangnya.  Meskipun dari sebuah cermin. Wallahu’alam
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar