Oleh : Islahuddin Panggabean
Masyarakat secara sederhana dapat diartikan ialah
sekumpulan orang yang memiliki hubungan tetap. Ajaran Islam menghendaki masyarakat yang ideal
dalam aspek moralitas. Karena itu, setiap pribadi muslim diwajibkan untuk
memperbaiki kualitas dan moralitas pribadi sehingga orang lain atau masyarakat
dapat meneladani kebaikannya. Sehingga dengan pribadi-pribadi baik dan bermoral
akan terciptalah masyarakat yang islami.
Mengenai hal ini, dalam sebuah riwayat dari Imam Ath-Thabrani yang berasal dari Sahabat
Nabi. Anas bin Malik ra. Bahwa Nabi bersabda, “Seorang mukmin adalah cermin
bagi mukmin yang lain” (Hadist ini dinilai hasan oleh Imam As-Suyuthi
dalam kitab Al-Jami’ush Shaghir). Sepertinya pribadi seperti cermin ini
adalah pribadi yang ingin dibentuk Nabi. Yakni Pribadi yang dengan keteladanan
yang diberikan dapat memotivasi orang lain untuk berbenah diri. Seperti cermin
yang mendorong sesiapa yang berdiri di depannya untuk merapikan diri.
Setidaknya ada beberapa hikmah dan pelajaran
berharga serta konsekuensi yang dapat dipetik dari perumpamaan “seorang mukmin
bagaikan cermin.” Pertama,
seorang mukmin harus menjadi teladan kebaikan bagi mukmin lain. Sebab orang
lain akan melihat dan memperhatikan serta meniru sifat, perkataan maupun
perbuatannya. Bila ia menginspirasikan kebaikan, maka tentunya pahala jariah
didapati.
Kedua, seorang mukmin punya tanggungjawab sosial
untuk memperbaiki masyarakatnya. Ia harus selalu mendatangkan perubahan yang
baik bagi mereka. Layaknya cermin yang selalu membawa perubahan bagi siapa yang
berdiri di depannya, membuat mereka merapikan apa yang masih acak-acakan,
membersihkan kotoran yang menempel pada diri. Terlihat dari bayangan yang
timbul dari cermin.
Ketiga, menyadari bahwa sebagaimana
cermin ia bisa mempengaruhi dan dipengaruhi orang lain. Orang beriman saling
menjadi cerminan. Bila yang di depan cermin baik penampilan, maka bayangan yang
timbul pastinya juga indah. Namun bila yang bercermin buruk rupa, bayangan
cermin tentu sama. Karena itulah, seorang mukmin senantiasa menjaga agar
perilakunya tidak berdampak buruk pada orang lain dan juga menjaga pergaulan
serta selektif memilih teman karib sebab agama seseorang sesuai dengan
temannya.
Selain itu, dari cermin itu sendiri kita juga dapat belajar kebaikan, antara lain:
a. Kualitas terbaik dari terbaik. Kaca termasuk barang yang
terbuat dari pasir dari jenis terbaik bila dibandingkan dengan barang lain
seperti keramik, batako. Nah, dari jenis kaca dipilih pula jenis terbaik untuk
dijadikan cermin. Begitulah kesadaran
yang mesti dibangun oleh seorang mukmin. Bahwa ia dilahirkan sebagai manusia,
makhluk yang dimuliakan Allah. Di antara miliaran manusia, Allah juga telah
memilihnya untuk menerima anugerah iman dan Islam. Kesadaran ini tentunya
melahirkan sikap izzah sebagai seorang mukmin. Dengan izzatul Islam yang
bersemayam di dirinya, diharapkan pula fungsinya sebagai khoiru ummah.
b. Bermanfaat bagi semua
kalangan¸ bahwa cermin merupakan kebutuhan pokok bagi yang ingin memperbaiki penampilan.
Dia bisa terlihat di setiap bangunan yg menjadi tempat tinggal manusia, mulai
dari kantor, hotel mewah hingga gubug reot pun ada. Begitupula seorang mukmin
yang mesti menjadi sosok yang dibutuhkan semua kalangan dan menebar kemanfaatan
pada semua orang tanpa membedakan. Sesuai pesan Nabi, “khoirunnas ‘anfauhum linnas”.
c. Menasihati dengan Bijak, setiap orang
yang bercermin pasti akan mengikuti nasihat sang cermin. Setiap mukmin
hendaknya meneladani cermin dalam memberikan nasehat dengan memperhatikan
adab-adab memberi nasehat, tidak berkata kasar, tidak arogan ataupun tidak
beserta niat untuk menjelek-jelekkan orang yang dinasehati. Adab terbaik dalam
menasehati ialah sebagaiman becermin. Saat ingin bercermin umumnya seseorang
itu akan bersembunyi demi merapikan diri. Begitupula menasehati seseorang yang
terbaik adalah dengan sembunyi-sembunyi tidak menasehati di depan umum.
d. Menjaga rahasia, Cermin selalu menjaga rahasia orang yang
pernah berdiri di depannya. Ia tidak pernah membocorkan kepada pihak lain
tentang jeleknya wajahnya, kusutnya pakaiannya, berantakannya make upnya dsb. Karena itu, setiap
mukmin wajib menjaga rahasia saudaranya dan menutup aibnya. Sesuai sabda Nabi,
“Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di
dunia dan akhirat.” (HR Muslim)
e. Jujur, cermin tidak
pernah berbohong kepada orang yang berdiri di depannya, kalau masih
acak-acakan, maka ia akan memperlihatkan bayangan yang acak-acakan pula, kalau
rapi, maka bayangan pun akan rapi. Seorang mukmin senantiasa jujur kepada
siapapun dan berada di manapun, kecuali hal-hal yang dibolehkan syariat seperti
saat berperang, mendamaikan dua orang yang terlibat perseteruan dan
membahagiakan istri.
f. membutuhkan orang lain untuk
menjaga dan membersihkan, meskipun cermin memiliki sifat kebaikan, ia juga
punya kekurangan. Ia akan pecah kalau tidak dilindungi, ia akan berdebu kalau
tidak dibersihkan secara rutin. Jadi
sehebat apapun orang mukmin, ia tetap memerlukan orang lain. Ia butuh hidup di
lingkungan orang-orang sholih. “Hendaknya kamu senantiasa komitmen terhadap
jamaah, karena setan akan bersama orang yang sendirian dan dari dua orang (atau
lebih banyak) ia akan lebih jauh.” (HR Ahmad)