Subhanallah…
Imam an-Nasa’i meriwayatkan sebuah kisah dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya beliau mengatakan :
Setelah
Isa bin Maryam ‘alaihissalam diangkat, para raja mengubah-ubah Taurat
dan Injil. Namun demikian, masih ada sebagian orang-orang yang beriman
yang membaca kitab (asli). Lalu (orang-orang yang menyimpang) berkata
kepada raja-raja mereka itu: “Kami tidak menjumpai suatu celaan yang
menghinakan daripada celaan mereka (orang-orang yang beriman) terhadap
kami, karena mereka selalu membaca ayat:
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yag kafir.”
Dengan
ayat-ayat yang mereka baca tersebut mereka menghina kami sebab
perbuatan-perbuatan yang kami lakukan. (sebab itu) panggillah mereka dan
perintahkan kepada mereka untuk membaca seperti yang kami baca dan
mengimani sebagaimana yang kami imani.
Kemudian
para raja memanggil mereka (orang-orang yang beriman dengan taurat) dan
mengumpulkan mereka serta mengancam akan membunuh mereka semua, kecuali
kalau mereka mau meninggalkan pembacaan kitab Taurat dan Injil serta
beralih pada kitab yang telah mereka ubah.
Lalu mereka (orang-orang yang beriman) berkata: “Apa yang kalian inginkan dari hal itu? Biarkanlah kami.”
Sebagian
yang lain berkata: “Bangunkanlah untuk kami sebuah menara yang tinggi
dan biarkanlah kami tinggal menyendiri di sana, lalu berilah kami tangga
yang dapat membawa makanan dan minuman untuk kami, dan kami tidak akan
mengganggu urusan kalian.”
Sebagian
yang lain berkata: “Biarkanlah kami berpetualang di muka bumi ini. Kami
akan makan dan minum seperti halnya makan dan minumnya binatang buas.
Apabila kalian masih menjumpai kami berada di kawasan kalian, bunuhlah
kami.”
Sebagian
lain mengatakan: “Bangunkan untuk kami sebuah biara di tempat
terpencil, yang (ditempat itu) kami akan menggali sumur, menanam
sayuran, dan kami tidak akan ikut campur urusan kalian.”
Maka
setelah itu setiap kabilah (kelompok orang beriman) memiliki keturunan
dan kaum tersendiri. Dan atas merekalah turun ayat Allah subahanahu wa
ta’ala:
“….
Dan mereka mengada-adakan rahbaniyah (kerahiban) padahal kami tidak
mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang
mengada-adakannya) untuk mencari keridhioan Allah, lalu mereka tidak
memelharanya dengan pemeliharaan yang semestinya…”(QS Al-Hadid ayat 27)
Sehingga
(setelah zaman berganti) manusia berkata: “Kami akan (mencontoh cara)
beribadah sebagaimana ibadahnya si fulan, dan kami akan mengembara
sebagaimana mengembaranya si fulan, dan kami juga akan membangun biara
sebagaimana si fulan.” Padahal mereka ketika itu berada pada kesyirikan.
Meraka tidak mengetahui keimanan orang-orang terdahulu yang mereka
ikuti tersebut.
Tatkala
Allah subhanahu wa ta’ala megutus nabi-Nya yang mulia (Muhammad
shalallahu ‘alaihi wasallam) tidaklah tersisa dari golongan mereka
(orang-orang yang beriman kepada Taurat dan Injil) kecuali sedikit.
Turunlah seorang laki-laki dari menara tempat ibadahnya, dan datanglah
seorang laki-laki dari pengembaraannya, serta keluarlah pemilik biara
dari biaranya lalu mereka beriman dengan diutusnya Nabi Muhamad
shalallahu ‘alaihi wasallam dan membenarkan beliau. Maka Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah
dan berimanlah kepada rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya
kepadamu dua bagian…” (QS Al-Hadid 28)
Dua
pahala disebabkan keimanan mereka kepada Isa bin Maryam ‘alaihissalam,
kepada Taurat dan Injil, dan keimanan mereka kepada Muhammad shalallahu
‘alaihi wassalam serta membenarkan beliau.
“…. Dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan…” (QS al-Hadid 28)
Dan mengikuti Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.
“(Kami terangkan yang demikian itu) supaya ahli kitab mengetahui….” (ayat 29)
Dan akhirnya mereka dapat mencontoh kalian.
“… Bahwa mereka tiada medapat sedikit pun akan karunia Allah (jika mereka tidak beriman kepada Muhammad)…” (Qs al-Hadid 29)
(Kisah
di atas diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i dalam sunan-Nya: 8/231,
bersumber dari sahabat Ibnu Abbas radhiyalahu’anhuma secara mauquf. )
Subhanallah...
Begitulah
awal mula munculnya kerahiban. Saat penguasa mulai meng’amandemen’
kitab suci dengan seenaknya. Mengatur agama sesuai hawa nafsunya, masih
ada kaum beriman yang teguh. Kaum yang beriman tsb mengajukan usulan
untuk dapat keluar dari ancaman tanpa harus meningalkan kebenaran.
Ada
yang memilih mengembara, ada yang memilih membuat biara dan kuil, hidup
di sana terpisah dari bobroknya dunia. Inilah awal terjadinya
rahbaniyah (kerahiban).
Namun
seiring dengan waktu, berganti generasi, muncullah orang jahil.
Generasi yang tidak tahu menahi asbab munculnya kerahiban. Mereka
mengira itulah ajaran agama. Mereka berlebihan dalam beragama (ghuluw),
mereka taklid dan ikut-ikutan. Bahkan berbeda dari pendahulunya (yang
melakukan itu karena menyelamatkan aqidah dari kesyirikan dan
kekufuran), generasi penerus yang jahil malah menetapkan kerahiban itu
ajaran utama agama sedangkan aqidah mereka tak terselamatkan. Banyak
mereka yang tenggelam dalam kekufuran dan bid’ah menyesatkan.
Tertinggallah syariat, terikut bid’ah sesat.
Waktu
berjalan terus, tepatnya sekitar enam abad. Ya, Jarak Nabi Isa dan Nabi
Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam berjarak 6 abad. Ummat manusia
secara keseluruhan banyak yang sesat. Bahkan digambarkan oleh
Rasulullah. “Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi, yang Arab dan
yang non-Arab, semuanya hanya memberi-Nya murka, kecuali segelintir ahli
kitab”. Hanya sedikit yang selamat seperti guru-gurunya Salman
al-Farisi, Zaid bin ‘Amr bin Nufail ayah Saîd bin Zaid, Waraqah bin
Naufal atau Qas bin Sa’âdah dsb.
Selain orang-orang seperti mereka , ummat manusia keberagamaan dan kehidupan sangat memprihatinkan.
Di
Roma, Kristen terpecah jadi dua. Konstatinopel dengan Heraklius
memegang Kristen Ortodoks, sedangkan Roma barat percaya sama Paus
(Katolik). Di sana moral jatuh, hiburan mereka budak bertarung dengan
binatang buas, zina adalah hobby Dsb. Di Persia, Kisra dianggap anak
Tuhan, bapak bisa menikahi putri kandung, istri boleh dinikmati siapa
saja dsb. Di India, apa saja bisa dijadikan tuhan, sungai, pohon , sapi
dsb. Di Arab, tiap suku ada berhalanya, punya anak perempuan merupakan
hal yang memalukan dsb...
Kemudian
diutuslah Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam sebagai
pelurus. Sebagai rahmat semesta alam. Penerus Risalah Nabi Isa.
Ajaran
beliau sempurna. Beliau membawa misi meninggikan kalimat Allah di bumi.
Karena itu, beliau adalah imamnya para pejuang agar agama Allah
berkuasa di muka bumi. Agar yang sholih menjadi pemimpin.
Mengenai rahbaniyah, pengembaraan laiknya kaum dahulu, beliau bersabda,
“Wajib atas kamu berjihad, karena sesungguhnya jihad itu merupakan Rahbaniyah di dalam Islam”. (HR. Ahmad)
“Pengembaraan umatku adalah dengan jihad fisabilillah.” (HR. Abu Dawud)
Karena itu jihad meninggikan kalimat Allah ialah kemestian. Perjuangan, itulah bentuk kerahiban ummat Islam.
Dalam
hadist lain, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam mengajarkan momen
pas untuk bertafakar atau bertaqarrub pada Allah sebagaimana rahbaniyah
di masa lalu yakni iktikaf, menunggu waktu sholat di masjid.
Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya tidaklah diwajibkan
kepada kita rahbaniyyah (kerahiban), dan rahbaniyyahnya umatku hanyalah
duduk di masjid menunggu sholat serta haji dan umroh.”
Subhanallah…
Semoga Allah menjadikan kita pejuang Islam.