Jumat, 18 Oktober 2013

rahbaniyah

Subhanallah…
Imam an-Nasa’i meriwayatkan sebuah kisah dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya beliau mengatakan :

Setelah Isa bin Maryam ‘alaihissalam diangkat, para raja mengubah-ubah Taurat dan Injil. Namun demikian, masih ada sebagian orang-orang yang beriman yang membaca kitab (asli). Lalu (orang-orang yang menyimpang) berkata kepada raja-raja mereka itu: “Kami tidak menjumpai suatu celaan yang menghinakan daripada celaan mereka (orang-orang yang beriman) terhadap kami, karena mereka selalu membaca ayat:

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yag kafir.”

Dengan ayat-ayat yang mereka baca tersebut mereka menghina kami sebab perbuatan-perbuatan yang kami lakukan. (sebab itu) panggillah mereka dan perintahkan kepada mereka untuk membaca seperti yang kami baca dan mengimani sebagaimana yang kami imani.

Kemudian para raja memanggil mereka (orang-orang yang beriman dengan taurat) dan mengumpulkan mereka serta mengancam akan membunuh mereka semua, kecuali kalau mereka mau meninggalkan pembacaan kitab Taurat dan Injil serta beralih pada kitab yang telah mereka ubah.

Lalu mereka (orang-orang yang beriman) berkata: “Apa yang kalian inginkan dari hal itu? Biarkanlah kami.”

Sebagian yang lain berkata: “Bangunkanlah untuk kami sebuah menara yang tinggi dan biarkanlah kami tinggal menyendiri di sana, lalu berilah kami tangga yang dapat membawa makanan dan minuman untuk kami, dan kami tidak akan mengganggu urusan kalian.”

Sebagian yang lain berkata: “Biarkanlah kami berpetualang di muka bumi ini. Kami akan makan dan minum seperti halnya makan dan minumnya binatang buas. Apabila kalian masih menjumpai kami berada di kawasan kalian, bunuhlah kami.”

Sebagian lain mengatakan: “Bangunkan untuk kami sebuah biara di tempat terpencil, yang (ditempat itu) kami akan menggali sumur, menanam sayuran, dan kami tidak akan ikut campur urusan kalian.”

Maka setelah itu setiap kabilah (kelompok orang beriman) memiliki keturunan dan kaum tersendiri. Dan atas merekalah turun ayat Allah subahanahu wa ta’ala:

“…. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyah (kerahiban) padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhioan Allah, lalu mereka tidak memelharanya dengan pemeliharaan yang semestinya…”(QS Al-Hadid ayat 27)

Sehingga (setelah zaman berganti) manusia berkata: “Kami akan (mencontoh cara) beribadah sebagaimana ibadahnya si fulan, dan kami akan mengembara sebagaimana mengembaranya si fulan, dan kami juga akan membangun biara sebagaimana si fulan.” Padahal mereka ketika itu berada pada kesyirikan. Meraka tidak mengetahui keimanan orang-orang terdahulu yang mereka ikuti tersebut.

Tatkala Allah subhanahu wa ta’ala megutus nabi-Nya yang mulia (Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam) tidaklah tersisa dari golongan mereka (orang-orang yang beriman kepada Taurat dan Injil) kecuali sedikit. Turunlah seorang laki-laki dari menara tempat ibadahnya, dan datanglah seorang laki-laki dari pengembaraannya, serta keluarlah pemilik biara dari biaranya lalu mereka beriman dengan diutusnya Nabi Muhamad shalallahu ‘alaihi wasallam dan membenarkan beliau. Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian…” (QS Al-Hadid 28)

Dua pahala disebabkan keimanan mereka kepada Isa bin Maryam ‘alaihissalam, kepada Taurat dan Injil, dan keimanan mereka kepada Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam serta membenarkan beliau.

“…. Dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan…” (QS al-Hadid 28)

Dan mengikuti Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.

“(Kami terangkan yang demikian itu) supaya ahli kitab mengetahui….” (ayat 29)

Dan akhirnya mereka dapat mencontoh kalian.

“… Bahwa mereka tiada medapat sedikit pun akan karunia Allah (jika mereka tidak beriman kepada Muhammad)…” (Qs al-Hadid 29)

(Kisah di atas diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i dalam sunan-Nya: 8/231, bersumber dari sahabat Ibnu Abbas radhiyalahu’anhuma secara mauquf. )

Subhanallah...
Begitulah awal mula munculnya kerahiban. Saat penguasa mulai meng’amandemen’ kitab suci dengan seenaknya. Mengatur agama sesuai hawa nafsunya, masih ada kaum beriman yang teguh. Kaum yang beriman tsb mengajukan usulan untuk dapat keluar dari ancaman tanpa harus meningalkan kebenaran.

Ada yang memilih mengembara, ada yang memilih membuat biara dan kuil, hidup di sana terpisah dari bobroknya dunia. Inilah awal terjadinya rahbaniyah (kerahiban).

Namun seiring dengan waktu, berganti generasi, muncullah orang jahil. Generasi yang tidak tahu menahi asbab munculnya kerahiban. Mereka mengira itulah ajaran agama. Mereka berlebihan dalam beragama (ghuluw), mereka taklid dan ikut-ikutan. Bahkan berbeda dari pendahulunya (yang melakukan itu karena menyelamatkan aqidah dari kesyirikan dan kekufuran), generasi penerus yang jahil malah menetapkan kerahiban itu ajaran utama agama sedangkan aqidah mereka tak terselamatkan. Banyak mereka yang tenggelam dalam kekufuran dan bid’ah menyesatkan. Tertinggallah syariat, terikut bid’ah sesat.

Waktu berjalan terus, tepatnya sekitar enam abad. Ya, Jarak Nabi Isa dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam berjarak 6 abad. Ummat manusia secara keseluruhan banyak yang sesat. Bahkan digambarkan oleh Rasulullah. “Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi, yang Arab dan yang non-Arab, semuanya hanya memberi-Nya murka, kecuali segelintir ahli kitab”. Hanya sedikit yang selamat seperti guru-gurunya Salman al-Farisi, Zaid bin ‘Amr bin Nufail ayah Saîd bin Zaid, Waraqah bin Naufal atau Qas bin Sa’âdah dsb.

Selain orang-orang seperti mereka , ummat manusia keberagamaan dan kehidupan sangat memprihatinkan.

Di Roma, Kristen terpecah jadi dua. Konstatinopel dengan Heraklius memegang Kristen Ortodoks, sedangkan Roma barat percaya sama Paus (Katolik). Di sana moral jatuh, hiburan mereka budak bertarung dengan binatang buas, zina adalah hobby Dsb. Di Persia, Kisra dianggap anak Tuhan, bapak bisa menikahi putri kandung, istri boleh dinikmati siapa saja dsb. Di India, apa saja bisa dijadikan tuhan, sungai, pohon , sapi dsb. Di Arab, tiap suku ada berhalanya, punya anak perempuan merupakan hal yang memalukan dsb...

Kemudian diutuslah Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam sebagai pelurus. Sebagai rahmat semesta alam. Penerus Risalah Nabi Isa.

Ajaran beliau sempurna. Beliau membawa misi meninggikan kalimat Allah di bumi. Karena itu, beliau adalah imamnya para pejuang agar agama Allah berkuasa di muka bumi. Agar yang sholih menjadi pemimpin.

Mengenai rahbaniyah, pengembaraan laiknya kaum dahulu, beliau bersabda,

“Wajib atas kamu berjihad, karena sesungguhnya jihad itu merupakan Rahbaniyah di dalam Islam”. (HR. Ahmad)

“Pengembaraan umatku adalah dengan jihad fisabilillah.” (HR. Abu Dawud)

Karena itu jihad meninggikan kalimat Allah ialah kemestian. Perjuangan, itulah bentuk kerahiban ummat Islam.

Dalam hadist lain, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam mengajarkan momen pas untuk bertafakar atau bertaqarrub pada Allah sebagaimana rahbaniyah di masa lalu yakni iktikaf, menunggu waktu sholat di masjid.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya tidaklah diwajibkan kepada kita rahbaniyyah (kerahiban), dan rahbaniyyahnya umatku hanyalah duduk di masjid menunggu sholat serta haji dan umroh.”

Subhanallah…

Semoga Allah menjadikan kita pejuang Islam.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar