Perempuan Berakhlak Mulia
FATHIMAH
RA bergegas menggandeng Hasan RA yang masih kecil. Terngiang di
telinganya pesan sang ayahanda, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
untuk menemui seorang muslimah berakhlak mulia dan meneladaninya. Tak
sabar rasanya Fathimah untuk segera mengetahui, seperti apa gerangan
teladan wanita bernama Siti Muthi’ah tersebut.
Sesampainya di
depan pintu rumah yang dimaksud, Fathimah pun mengucap salam. Tak lama
kemudian si pemilik rumah datang membuka pintu. Hatinya sangat heran
bercampur senang karena tak menyangka yang bertandang adalah putri
Rasulullah SAW. Namun, sungguh di luar dugaan Fathimah, setelah
mengutarakan maksud kedatangannya, Muthi’ah malah berkata, “Sungguh
bahagia aku menyambut kedatanganmu Fathimah. Namun, maafkanlah aku
karena aku hanya dapat menerima kedatanganmu di rumahku. Sesungguhnya
suamiku mengamanatkan padaku untuk tidak menerima tamu lelaki di
rumahku.”
Fathimah tersenyum, “Wahai Muthi’ah, ini Hasan anakku
dan dia masih kecil.” Muthi’ah menjawab, “Sekali lagi maafkan aku
Fathimah, meskipun ia masih kecil tetapi ia lelaki. Sungguh aku tidak
dapat melanggar amanat suamiku.”
Mendengar jawaban Muthi’ah,
Fathimah mulai merasakan kemuliaan akhlak Muthi’ah dan semakin ingin
mengetahui lebih jauh keutamaan akhlak wanita tersebut. Akhirnya
Fathimah pun pamit untuk sejenak mengantar Hasan pulang.
…Rasulullah SAW telah mengabarkan keteladanan akhlaq Muthi’ah...
Tak lama kemudian, Fathimah kembali tiba di rumah Muthi’ah seorang diri
dan segera disambut dengan gembira oleh Muthi’ah. Setibanya di dalam,
Muthi’ah dengan berbinar-binar menanyakan, apa penyebab kedatangannya.
Fathimah pun menjelaskan bahwa ia datang karena perintah ayahnya,
Rasulullah SAW untuk meneladani akhlaq Muthi’ah. Hati Muthi’ah pun
segera ditutupi luapan kebahagiaan karena pujian dari Rasulullah SAW
tentu tak ada bandingannya. Namun, ia kembali bertanya dengan keheranan
pada Fathimah, “Apakah engkau tengah bercanda Fathimah? Keutamaan akhlak
seperti apa yang kumiliki? Aku hanyalah perempuan yang biasa saja,”
Muthi’ah kemudian tampak berpikir keras.
Sementara itu, tak
sengaja pandangan Fathimah menyapu ruangan yang sederhana tersebut.
Terlihat olehnya sebilah rotan, sebuah kipas, dan sehelai handuk. Ia pun
segera bertanya pada Muthi’ah, “Untuk apa benda-benda itu?” Wajah
Muthi’ah pun seketika merona merah. “Untuk apa kau tanyakan itu
Fathimah, aku jadi malu.” Namun, Fathimah mendesak, “Katakanlah padaku
Muthi’ah, mungkin benda-benda itulah yang membuat ayahku mengabarkan
padaku tentang kemuliaanmu.”
Muthi’ah pun bercerita, “Suamiku
setiap harinya bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami.
Karena itu, aku sangat menyayangi dan menghormatinya. Begitu ia pulang
dari bekerja, maka aku akan cepat-cepat menyambutnya dan mengelap
keringatnya dengan handuk ini. Setelah kering keringatnya, maka ia akan
berbaring di tempat tidur. Ketika itulah, aku mengambil kipas ini dan
kukipasi tubuhnya sampai hilang penatnya atau ia tertidur pulas.”
…Inilah pesona yang hanya mampu dipahami oleh seorang muslimah sejati yang mengukur segala tindakan dengan skala iman...
Fathimah masih penasaran, “Lalu, untuk apa rotan ini?” Muthi’ah
melanjutkan, “Setelah ia hilang lelahnya atau terbagun dari tidurnya,
maka aku akan segera berpakaian serapi dan semenarik mungkin. Karena aku
tahu, seorang suami pasti sangat senang melihat istrinya yang
berpakaian rapi dan hal itu akan membuatnya betah di rumah. Kuhidangkan
makanan di atas meja makan dan kutunggu ia hingga selesai makan. Setelah
dia selesai makan, maka aku akan bertanya, apakah ada pelayananku yang
tak berkenan dihatinya. Maka aku akan menyerahkan rotan tersebut padanya
untuk memukulku.”
“Lalu, apakah suamimu sering memukulmu?”
tanya Fathimah. “Tidak, tidak pernah, yang selalu terjadi adalah dia
menarik tubuhku dan memelukku penuh kasih sayang.” Mendengar semua
penjelasan tersebut, Fathimah terperangah. Sungguh, tak berlebihan
kiranya, jika Rasulullah menyuruhnya mendatangi rumah Muthi’ah. Pesona
akhlaqnya sungguh luar biasa.....