AKU MALU MENATAP WAJAH SUAMIKU (kisah nyata-Abu Fahd)
oleh Abu Fasih
Pernikahan
itu telah berjalan empat (4) tahun, namun pasangan suami istri itu
belum dikaruniai seorang anak. Dan mulailah kanan kiri berbisik-bisik:
“kok belum punya anak juga ya, masalahnya di siapa ya? Suaminya atau
istrinya ya?”. Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik. Tanpa
sepengetahuan siapa pun, suami istri itu pergi ke salah seorang dokter
untuk konsultasi, dan melakukan pemeriksaaan. Hasil lab mengatakan bahwa
sang istri adalah seorang wanita yang mandul, sementara sang suami
tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan bagi sang istri untuk
sembuh dalam arti tidak peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak.
Melihat hasil seperti itu, sang suami mengucapkan: inna lillahi wa inna
ilaihi raji’un, lalu menyambungnya dengan ucapan: Alhamdulillah.
Sang suami seorang diri memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab
dan sama sekali tidak memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri
menunggu di ruang tunggu perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.
Sang suami berkata kepada sang dokter: “Saya akan panggil istri saya
untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti anda jelaskan kepada
istri saya bahwa masalahnya ada di saya, sementara dia tidak ada masalah
apa-apa.
Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran.
Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter, akhirnya sang dokter
setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa masalah tidak datangnya
keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada sang istri.
Sang suami memanggil sang istri yang telah lama menunggunya, dan tampak
pada wajahnya kesedihan dan kemuraman. Lalu bersama sang istri ia
memasuki ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop hasil lab, lalu
membaca dan mentelaahnya, dan kemudian ia berkata: “… Oooh, kamu –wahai
fulan- yang mandul, sementara istrimu tidak ada masalah, dan tidak ada
harapan bagimu untuk sembuh.
Mendengar pengumuman sang dokter,
sang suami berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan terlihat
pada raut wajahnya wajah seseorang yang menyerah kepada qadha dan qadar
Allah SWT.
Lalu pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya,
dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia
tersebut ke para tetangga, kerabat dan sanak saudara.
Lima (5)
tahun berlalu dari peristiwa tersebut dan sepasang suami istri bersabar,
sampai akhirnya datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, di mana
sang istri berkata kepada suaminya: “Wahai fulan, saya telah bersabar
selama Sembilan (9) tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak
meminta cerai darimu, dan selama ini semua orang berkata:” betapa baik
dan shalihah-nya sang istri itu yang terus setia mendampingi suaminya
selama Sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya, ia tidak
akan memperoleh keturunan”. Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak
bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar
saya bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya,
sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.
Mendengar emosi sang istri yang memuncak, sang suami berkata: “istriku,
ini cobaan dari Allah SWT, kita mesti bersabar, kita mesti …, mesti …
dan mesti …”. Singkatnya, bagi sang istri, suaminya malah berceramah di
hadapannya.
Akhirnya sang istri berkata: “OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak lebih”.
Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya.
Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri mengalami gagal ginjal.
Mendengar keterangan tersebut, jatuhnya psikologis sang istri, dan
mulailah memuncak emosinya. Ia berkata kepada suaminya: “Semua ini
gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang
aku seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya,
saya kan ingin punya anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya
kan … saya kan …”.
Sang istri pun bad rest di rumah sakit.
Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya berkata: “Maaf, saya ada
tugas keluar negeri, dan saya berharap semoga engkau baik-baik saja”.
“Haah, pergi?”. Kata sang istri.
“Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat”. Kata sang suami.
Sehari sebelum operasi, datanglah sang donatur ke tempat pembaringan
sang istri. Maka disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi
pemasangan ginjal dari sang donatur.
Saat itu sang istri
teringat suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya: “Suami apa an
dia itu, istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku
terkapar dalam ruang bedah operasi”.
Operasi berhasil dengan
sangat baik. Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada
wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan.
Ketahuilah bahwa
sang donatur itu tidak ada lain orang melainkan sang suami itu sendiri.
Ya, suaminya telah menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa
sepengetahuan sang istri, tetangga dan siapa pun selain dokter yang
dipesannya agar menutup rapat rahasia tersebut.
Dan subhanallah …
Setelah Sembilan (9) bulan dari operasi itu, sang istri melahirkan
anak. Maka bergembiralah suami istri tersebut, keluarga besar dan para
tetangga.
Suasana rumah tangga kembali normal, dan sang suami
telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di sebuah fakultas syari’ah dan
telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah pengadilan di Jeddah.
Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dan mendapatkan sanad
dengan riwayat Hafs, dari ‘Ashim.
Pada suatu hari, sang suami
ada tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas
meja, buku harian yang selama ini ia sembunyikan. Dan tanpa sengaja,
sang istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan
membacanya.
Hampir saja ia terjatuh pingsan saat menemukan
rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis meraung-raung.
Setelah agak reda, ia menelpon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia
berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang suami hanya
dapat membalas suara telpon istrinya dengan menangis pula.
Dan
setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulanan, sang istri tidak berani
menatap wajah suaminya. Jika ada keperluan, ia berbicara dengan
menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya sama
sekali....
masya ALlah ceritanya mengharukan, renungan utk kita smoga ttp berjalan diatas CahayaNya aamiin
BalasHapus