Kamis, 22 September 2011

Malu

Sifat Malu salah satu unsur penting dari iman, jika malu sudah menghilang dari seseorang besar kemungkinan imannya juga sudah mulai luntur, tetapi jika sifat malu masih ada semakin kuat berarti imannya Insya Allah semakin kuat. Hadis menyatakan hal ini, “ Malu dan Iman adalah satu rumpun, apabila terangkat (runtuh) yang satu, maka runtuh pula yang lain.” (HR al-Hakim)

Sifat malu juga merupakan salah satu sifat yang membedakan manusia dengan hewan.

Memang kalau kita telusuri pun , jelas sekali bahwa ketika sifat malu hilang, maka kehancuran akan Nampak dan terjadi. “Apabila Allah hendak membinasakan seorang hamba, maka dihilangkan dari hamba itu sifat malu, jika sifat malu telah hilang, maka yang tinggal adalah sifat benci-membenci. Apabila yang tinggal sifat benci membenci maka yang tinggal hanyalah sifat khianat mengkhianati. Ketika sifat khianat-mengkhianati berkembang, maka hilang pula rahmat dan kasih sayang Allah, kalau telah tinggal rahmat Allah, maka yang tinggal hanyalah laknat. Kalau telah terjadi laknat saja, maka runtuhlah sama sekali dasar-dasar ke-Islaman. “(HR Ibnu Majah dari Ibn Umar)

Hadist di atas demikian terang menggambarkan proses yang timbul akibat hilangnya sifat malu hingga akhirnya terjadilah kehancuran, yaitu melalui lima tahap yaitu:

Kehilangan sifat malu menimbulkan suasana benci-membenci dan menghilanglah amanah. Amanah ialah urat nadi hubungan yang penting dalam masyarakat. Apabila amanah telah rusak dan tidak terpelihara lagi, maka dengan mudah terjadi penyelewengan-penyelewengan, perbuatan sewenang-wenang , perkosaan kepada keadilan, penyalahgunaan kekuasaan dsb. Kehilangan amanah akan mengakibatkan kekacauan dan tindakan saling khianat mengkhianati. Selanjutnya akan timbul aksi-aksi negative, di antaranya fitnah-memfitnah, buruk memburukkan, jatuh menjatuhkan dll. Akhirnya hilanglah ketenteraman jiwa, dan lenyap rasa aman.timbul rasa cemas dan khawatir. Tindakan khianat-mengkhianati menjauhkan dari rahmat Ilahi. Kutuk mengutuk pun terjadi hingga kehancuran dan keruntuhan terjadi. Tentunya ini bukan hanya berlaku untuk pribadi namun juga berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Maka bila masyarakat atau bangsa sudah kehilangan rasa malu maka itu merupakan awal timbulnya kehancuran bangsa tersebut.

Ulama membagi sifat malu kepada tiga macam:

Malu kepada Allah, malu kepada manusia dan malu kepada diri sendiri

Dalam suatu hadist disebutkan: “Hendaklah kamu malu kepada Allah, malu yang sejati” (HR Tirmidzi) ketika Rasulullah ditanya para sahabat tentang maksud malu sejati tersebut, maka Rasulullah membuat perincian: “memelihara kepala dari hal-hal yang berbelit-belit, menjaga peut dari makanan yang haram, senantiasa ingat akan kematian. Barangsiapa yang menghendaki kehidupan yang tentram di akhirat, hendaklah jangan memperturutkan kemewahan hidup di dunia ini. Orang yang melakukan demikian itulah yang dinamakan memiliki malu sejati.”

Adapun malu kepada manusia ialah tidak mau menyinggung perasaan orang lain , tidak memfitnah, mengejek dan takut melanggar hokum dan norma yang berlaku. Sedang malu kepada diri sendiri adalah malu kalau dirinya bercacat, hina karena perbuatan yang dilarang Allah.

Semoga diri ini menjadi insan yang pemalu. Yang menjaga mulut dari perkataan kotor, memelihara mata dari melihat yang dilarang, menjaga telinga dari mendengar ucapan yang kotor dan buruk, dan lain-lan juga memelihara pikiran dari pikiran-pikiran kotor. Amin

Wallahu musta’an

Kitabatu at-Tilmidz

Ishlah al-Medaniy

Bahan bacaan : harian waspada

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar