Minggu, 30 Juni 2013

kufu'

Nabi Muhammad bukanlah bapak dari seorang pria pun di antara kalian. Tidak ada Zaid bin Muhammad tetaplah yang ada Zaid bin Haritsah. Rangkaian ayat beserta asbabun nuzul dari ayat 36-40 surah al-Ahzab memiliki sebuah hikmah dan berisi hukum bahwa anak angkat tetaplah anak angkat. Sehingga Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam tidak dilarang menikahi mantan istri anak angkat beliau, yakni Zainab binti Jahsy.

Zainab binti Jahsy yang dahulu dilamar Rasulullah untuk Zaid, akhirnya dinikahi oleh Nabi setelah bercerai dengan Zaid.

Subhanallah..
Betapa banyak hikmah dari kisah Zaid bin Haristah. Salah satunya mengenai asbabun nuzul ayat 36 surah al-ahzab. Kala itu Rasulullah melamar Zainab binti Jahsy untuk Zaid, tetapi Zainab mengira Rasulullah melamar untuk dirinya. Saat Zainab tahu bahwa Nabi melamar untuk Zainab , ia menolaknya. Ini dikarenakan Zainab ialah sosok dari keturunan mulia, sedangkan Zaid selama ini terkenal sebagai budak. Saudara Zainab, yakni Abdullah bin Jahsy pun turut menyatakan, tidak setuju, dengan alas an tidak sepadan, tidak sekuf’u.

Lalu turunlah ayat 36 sebagai larangan menolak ketetapan Rasulullah. Setelah turun ayat tersebut, Zainab pun menerima lamaran itu.

Namun, selang beberapa lama, Zaid pun ingin menceraikan Zainab, Rasulullah mengatakan, “Pertahankan istrimu (jangan ceraikan) dan bertaqwalah kepada Allah.” Nabi mencoba mempertahankan mereka, padahal Nabi sendiri melalui pemberitahuan dari Allah bahwa memang Zaid akan menceraikan Zainab dan Nabi akan menikahinya.

Akhirnya, Allah memerintahkan / mengumumkan hal yang dirahasiakan Nabi untuk menghilangkan keraguan bila ada orang yang mencibir, “Nabi menikahi mantan anaknya sendiri”.

Selanjutnya, Nabi pun menikahi Zainab binti Jahsy sebagai tauladan bahwa boleh menikahi mantan istri anak angkat dan pelajaran bahwa anak angkat bukanlah anak kandung..

Subhanallah…

Kembali kepada kisah asbabun nuzul ayat 36, khususnya mengenai kufu’ (kesepadanan) atau kafa’ah.

Menurut Syekh Wahbah Az-Zuhaili, kufu adalah ‘al-mumasalah baina Zaujaini daf’an lil a’ri fi umurin maksusatin’. Kesepadanan antara pasangan suami istri untuk mencegah suatu aib (cacat) dalam perkara-perkara khusus tertentu.

Saat dalam masa awal, Islam, terlihat bahwa kufu’ dalam Jodoh, fokusnya Iman, perempuan Islam tidak boleh dikawini oleh laki-laki kafir dsb.

Karena itu, kisah Zaid dan Zainab bisa terjadi, tetapi terkenal juga sebuah kisah yakni kisah kala Abdullah bin Umar dengan siasatnya, meminta tolong Mughirah bin Syu’bah agar menggagalkan maksud Khalifah Umar bin Khattab menerima pinangan Bilal bin Rabah untuk anak perempuan Khalifah.

Mughirah datang menjumpai Bilal dan dengan nasehat jujur mengatakan bahwa yang dia pinang itu adalah anak perempuan Khalifah. Sehingga ayahnya sangat disegani orang, resikonya sang istri akan bersikap sombong terhadap suami. singkat cerita Bilal pun akhirnya, berniat membatalkan pinangannya. Tetapi bagaimana caranya? Padahal lamaran/”proposal” sudah masuk kepada Khalifah.

Mughirah menjawab : “Biar saya yang mengurus”

Singkat cerita, Akhirnya, dengan siasatnya pula kepada Umar, Mughirah berhasil membatalkan rencana pernikahan Bilal dan anak Umar.

Dan perlu ditekankan bahwa siasat Mughirah dan Abdullah bukanlah usaha penipuan, mereka berlaku demikian dengan pertimbangan matang.

Berdasarkan kisah-kisah tersebut bermacamlah dan berpanjanglah perbincangan mengenai Kufu’. Ulama fiqih berbeda pendapat dalam kufu’

Menurut Ibnu Abidin (kalangan Hanafiah) bahwa ukuran kufu’ adalah Nasb (keturunan), Islam, hirfah (profesi), hurriyah (kebebasan), diyanah (keagamaan), mal (harta).
Sedangkan menurut al-Hattab (Malikiah) ukuran kufu adalah din (agama), as-salamah mina al-‘uyub (tidak memiliki cacat fisik)

Menurut Khatib Syarbaini (Syafi’iah) ukurannya : Nasb, ad-Din, hurriyah, hirfah, as-salamah mina al-‘uyub.

Sedangkan menurut Ibnu Qudamah (hanbaliah) : diyanah (keagamaan), sina’ah (pekerjaan), mal (harta) , hurriyah (kebebasan) dan Nasb.

Itulah kufu menurut para ulama.

Namun demikian, kufu itu merupakan syarat kelaziman dalam pernikahan BUKAN syarat sah nikah. Berdasarkan hal itu, bila ada pasangan calon suami istri telah melaksanakan akad nikah padahal tidak sekufu’ maka akad tetap sah.

Kufu’ hanya satu faktor pendorong rumah tangga. Tidak serta merta tidak sekufu, tidak boleh menikah, tidak akan bahagia , Lantas bila sekufu juga tidak serta merta dipastikan akan bahagia .

Dan yang pasti standarnya ialah apa yang dipesankan Nabi yakni, 4 perkara kenapa dinikahi yakni kecantikan, harta, nasab dan agamanya. Maka pilihlah agama niscaya akan beruntung.

Insya Allah memilih karena ketaatan pada agamanya, itu yang terpenting

Semoga Allah memperbaiki kondisi kita.

Aamiin

Wallahu’alam

Ada hikmah lain sdrku??
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar