Jumat, 27 Januari 2017

Hidup Dalam Naungan Quran dan Sunnah

Al-Iskafi mengatakan bahwa bualan dan kebohongan yang dibuat oleh orang-orang musyrik atas nama Allah sesungguhnya didorong dua hal : prasangka dan hawa nafsu. Keduanya tertera di dalam firman Allah:

“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu ada-adakan. Allah tidak menurunkan suatu keterangan apapun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangka-sangkaan dan apa yang diinginkan oleh hawa nafsu mereka.” (QS An-Najm 23)

Dan kedua hal itu pula yang menghalangi orang-orang musyrik dari mengikuti kebenaran. Demikian iskafi.

Berbeda dengan orang beriman yang meniti kehidupan ini dengan meneladani Nabi. Sebab jalan hidup Nabi ialah jalan wahyu dan ilmu.

Sebagaimana tertera di ayat 2-4 surah An-Najm. "Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak (pula) keliru, dan tidaklah yang diucapkannya itu (al-Quran) menurut keinginannya. Tidak lain (al-Quran itu) adalav wahyu yang diwahyukan (kepadanya)."

Sebagian mufassir membedakan makna dalal dan gayyu (ayat2).  Adapun dalal berkaitan dengan hidayah (petunjuk) sedangkan gayyu berkaitan dengan kecerdasan (rusyd). Penggunaan kata dalal lebih umum daripada gayyu.

Dalal adalah ketika seorang peniti jalan tidak menemukan jalan sama sekali untuk menuju tujuannya. Sedangkan gayyu adalah ketika peniti jalan tsb tidak menempuh jalan yang lurus yang mengarahkannya pada tujuannya. Orang yang dalal adalah orang yang kafir, sedangkan orang gayyu adalah orang fasik.

Maksud ayat adalah bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa sallam bukanlah orang yang dalal (dall) juga tidak gayyu (gawi). Beliau tidak tersesat dari petunjuk dan juga tidak tersesat dari kecerdasan. Beliau adalah orang yang cerdas (rasyid) & pemberi petunjuk (mursyidl), yang menunjukkan manusia kepada Allah. Beliau sudah berada pada sebuah jalan dan jalan yang ditempuhnya adalah benar. Beliau tidak seperti orang yang menuju suatu tujuan namun tidak memiliki jalan.

Beliau juga tidak seperti orang yang menemukan jalan yang jauh sehingga memberatkan dan membinasakan. Beliau juga tidak seperti orang yang menemukan jalan yang luas dan aman namun kemudian ia menyimpang ke kiri dan kanan sehingga akhirnya menjauhkannya dari jalan lurus atau membuatnya terlambat sampai di tujuan.

Oleh sebab itu, bagaimana mungkin beliau akan tersesat sementara beliau tidak berbicara berdasarkan hawa nafsunya? Yang dapat tersesat adalah orang yang menuruti hawa nafsunya. Beliau tidak tersesat saat remaja, juga saat kaumnya menyembah sesembahan-sesembahan selain Allah ketika bahkan ketika beliau masih anak-anak.

Itu semua terjadi  -selain karena penjagaan Allah- karena kecerdasan dan lurus dan bersihnya pemikiran beliau.

Beliau tidak tersesat ketika lakukan khalwat, bermimpi dan berbicara tanpa didasari hawa nafsu, sehingga sampai beliau diutus kepada manusia dan menjadi rasul yang menjadi saksi atas mereka.

Dulu saat kecil dan remaja, beliau tidak terkena dalal dan gayyu dan sekarang setelah dewasa beliau merupakan penyelamat dari kesesatan, mencerdaskan (mursyid) & pemberi petunjuk (hadi).

Oleh karena itu, Mari jangan mau lagi hidup dalam dorongan sangka dan hawa nafsu serta senantiasa tertipu oleh setan yang gemar menipu. Lebih baik kita hidup dalam naungan wahyu dan ilmu. Hidup pun tidak akan sesat dan keliru.

Telah datang hidayah dari Tuhan semesta melalui Rasul-Nya yang terjaga dari segala dosa, maka mari ikuti ia, mendapat petunjuk itu niscaya. Selain al-Quran yang merupakan mu’jizatnya sepanjang masa. Segala aqwaal, af’al dan taqrir beliau adalah sunnah, yang menjadi hujjah.

Semoga kita terhindar dari sifat-sifat kaum jahiliyah, yang nyeleneh terhadap Allah. Semoga Allah menjadikan kita hidup senantiasa dalam naungan al-Quran dan Sunnah.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar