Ada suatu
fenomena yang unik dan menarik yang pantas dijadikan perhatian dan bahan
pikiran bersama untuk kaum muslimin saat ini. Fenomena itu ialah bahwa jika
dilihat dan dipikirkan bahwasanya saat ini jarang sekali ada generasi yang
hebat minimal mendekati generasi sahabat Nabi. Memang tercatat dalam
sejarah bahwa Islam pernah melahirkan suatu generasi menakjubkan yakni generasi
sahabat Nabi. Yakni generasi pilihan dalam sepanjang sejarah Islam ataupun
Manusia. Di mana orang-orang besar dan mulia berkumpul di satu generasi. Allah
Yang Maha Bijaksana lah yang memilih generasi terbaik itu.
Bila dibandingkan dengan keadaan ummat
sekarang, yakni dengan banyaknya pesantren, Universitas maupun Lembaga-lembaga
Islam lainnya, harusnya potensi untuk menciptakan suatu generasi yang minimal
berkehendak (mau) untuk menyamai generasi sahabat ada dan sangat besar.
Ini lah fenomena unik yang patut dipikrkan bersama.
Jika melihat dari sumber “Keber-Islaman”
ummat hari ini dengan generasi sahabat, tidak ada yang berbeda. Al-Quran yang
merupakan kalam Allah yang terjaga masih ada di tangan ummat saat ini. Persis,
tidak ada secuil pun perubahan dengan yang ada pada generasi terdahulu. Begitu
juga Hadist, Kisah atau Siroh Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam , masih ada dan
terang. Yang tidak ada hanyalah fisik Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam
saja.
Hal itu tak dapat dijadikan alasan, karena
Islam merupakan rahmatan lil ‘alamin bukan rahmat lil kaum ketika Nabi
hidup saja. Ummat bisa mengambil hikmah dari momen kematian Rasulullah , saat
Abu Bakar mengungkapkan bahwa Islam tidaklah ‘habis’ ketika Nabi meninggal
dunia. Karena Yang Disembah hanyalah Allah. Nah, tentunya ada beberapa
faktor kunci, apa yang dapat melahirkan generasi hebat seperti generasi sahabat
yang diungkap oleh Sayyid Quthb dalam kitabnya Ma’alim fi Thoriq, antara lain
Faktor Pertama , sumber rujukan utama
generasi itu ialah Al-Quran.
Generasi sahabat lahir bukan pada saat
tidak ada peradaban, budaya dan sebagainya. Ketika itu terdapat peradaban
Romawi dan budayanya,ada peradaban Yunani dengan filsafat dan seninya, ada
Persia dan peradaban-peradaban lain seperti India dan Cina. Namun Rasulullah
saw. dalam membentuk, mengkader generasi sahabat dengan ‘mensterilkan’ mereka
dari sumber lain dan merujuk utama kepada al-Quran. Ini terlihat dari peristiwa
ketika Rasulullah saw marah kala Umar bin Khattab ingin mengambil rujukan utama
dari sumber lain.
Ini tak berarti Islam itu eksklusif.
Apalagi seakan mengharamkan mengambil hikmah dari orang lain. Namun, masalah
rujukan utama haruslah digunakan al-Quran. Karena dalam al-Quran terkandung
manhaj Ilahi yang akan membentuk generasi yang bersih hatinya, akalnya, dan
jiwanya dari segala pengaruh lain.
Kalau kita menilik saat ini, sumber rujukan
utama ummat Islam sudah bercampur dengan filsafat Yunani, logika mereka,
legenda Persia, Israiliyat Yahudi dsb, Dalam menafsirkan al-Quran menggunakan
cara Yahudi dsn.. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
‘output’ dari ummat Islam saat ini berbeda. Hal ini disebabkan jauhnya Ummat
dengan al-Quran itu sendiri dan Sunnah sebagai satu penjelas darinya.
Faktor Kedua, yakni Generasi Hebat
Sahabat membaca al-Quran/ belajar Islam bukan untuk sekadar ingin tahu dan
sekadar membaca, atau menambah ‘gelar’ atau kepintaran. Namun, mereka mempelajari untuk
mengamalkan demi perbaikan hidup pribadi, masyarakat dan sebagainya.
Mereka ibarat tentara di medan perang yang
menerima ‘perintah harian’ yang segera dilaksanakan demi kemenangan. Dalam
hadist Ibnu Masud terlihat bahwa para sahabat cukup mempelajari al-Qur’an
sepuluh ayat pada setiap kesempatan dan beralih ke selanjutnya setelah
melakasanakan isinya. Rasa untuk menerima perintah dan mengerjakan inilah
yang jarang diterapkan oleh Ummat Islam saat ini. al-Quran yang
diturunkan secara berangsur-angsur juga menyiratkan secara jelas bahwa ajaran
Islam begitu realistis dan solutif. Ketika ada suatu problem maka turun ayat.
Inilah sinyal bahwa konsep Islam ialah ilmu dan amal. Konsep mempelajari
untuk dilaksanakan dan diamalkan inilah yang juga merupakan faktor pendukung
generasi hebat.
Ini bukan berarti menafikan keutamaan ilmu
dan pemiliknya , karena Ilmu dan pemiliknya memiliki tempat mulia dalam Islam.
Namun, yang menjadi tekanan ialah bahwa ilmu yang sudah didapat hendaknya
berpengaruh terhadap amal. Kalau ditilik bagaimana kaum kafir (orientalis) juga
mempelajari Islam bahkan tak jarang para orientalis lebih tahu akan suatu hukum
Islam daripada kaum muslimin sendiri. Akan tetapi, kaum orientalis tidaklah
‘mengamalkannya’ dengan masuk Islam , niat mereka hanya tahu untuk dicari
kesempatan untuk membuat isu tidak benar tentang Islam.
Faktor Ketiga, pada generasi
terdahulu, ketika mereka masuk Islam, akan melepaskan seluruh kejahilian masa
lalunya dan memulai era baru. Jika suatu saat mereka terperdaya
oleh nafsu atau kembali melakukan kebiasaan dahulu, maka saat itu mereka
langsung merasa berdosa dan bersalah. Lalu mereka pun menyucikan diri dan
berusaha berjalan sesuai dengan petunjuk al-Quran.
Ada pemutusan emosional secara total antara masa
lalu kejahiliannya seorang muslim dan masa kini keislamannya. Namun, bukan
berarti tidak bermuamalah, karena hal ini tentunya berbeda. Mereka melepaskan
kaitan dari situasi dan kondisi jahiliah, tradisinya, pola pandangannya,
kebiasaannya dan ikatan-ikatannya untuk kemudian memulai hidup baru bersama
Islam.
Pola Perkaderan
Oleh karena itu, dalam ‘perkaderan’ setiap
pribadi muslim , hendaknya kembali kepada sumber murni ialah al-Quran tanpa
tercemar dengan sumber lain seperti filsafat Yunani, Israiliyat Yahudi dan
sebagainya. Selain itu, hendaknya dibangun kembali rasa serta sikap menerima
untuk dilaksanakan dan diamalkan bukan sekedar tahu. Karena dengan mengamalkan
akan dirasakan sendiri keindahan-keindahannya dan juga sebagai ‘magnet’
bagi ilmu yang belum dipelajari. Kemudian, seharusnya berusaha
membersihkan diri dari tekanan masyarakat jahiliah, pola pandang, tradisi, dan
jahiliah-jahiliah lainnya.
Perkaderan akan melahirkan keluaran. Input
dan proses akan melahirkan ouput. Dan semoga proses perkaderan ummat saat ini
dapat mengeluarkan generasi yang hebat minimal mendekati generasi sahabat
melalui faktor-faktor hebat dari generasi hebat yang diungkapkan oleh Sayyid
Quthb di atas. Aamiin. Wallahu musta’an